BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Dalam
era globalisasi saat ini, mobilitas penduduk untuk berpindah dari suatu tempat
ke tempat yang lain menjadi faktor yang sangat penting . sebagai negara yang
dapat mengikuti perkembangan globalisasi, sudah seharusnya fasilitas untuk
mendukung mobilitas tersebut dapat terpenuhi dengan baik. Fasilitas tersebut
ialah beupa transportasi umum. Perkembangan zaman yang pesat membuat
permasalahan transportasi makin kompleks seperti macet, lahan parkir yang
kurang, dll. Disini lah peran pemerintah dalam mencari solusi dari permasalahn
tersebut dengan cara menyediakan transportasi massa yang memenuhi standar
kelayakan, keamanan, dan kenyamanan.
Pengangkutan
memiliki peranan yang penting untuk memeratakan pembangunan bangsa dan hal ini
tercermin pada kebutuhan mobilitas diseluruh sektor, dan tentu saja hal ini
tidak terlepas dari kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan
pembangunan berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan.
Kereta api merupakan sarana transportasi darat yang memiliki nilai lebih
dibanding dengan sarana transportasi lainnya yaitu dimana sarana angkutan ini
lebih mudah dijangkau oleh masyarakat kecil untuk melakukan mobilitas dari satu
tempat ke tempat yang lainnya, disamping itu dapat mengurangi kepadatan arus
lalu lintas angkutan jalan raya yang semakin hari semakin padat. Berdasarkan
uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai “Tanggung
Jawab penyedia sarana kereta api terhadap penumpang dan pengirim barang ”.
1.2 Rumusan
masalah
Berdasarkan kasus diatas maka dapat dimbil beberapa
akar permasalahan yang terkait dengan perkara tersebut, pertanyaannya adalah :
1.
Apa pengertian
hukum pengangkutan dengan kereta api dan dasar hukumnya ?
2.
Apa saja jenis
pengangkutan kereta api ?
3.
Bagaimana
tanggung jawab penyedia saran kereta api terhadap penumpang dan pengirim barang?
1.3
Tujuan penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pelayanan yang
diberikan oleh PT KAI sebagai pihak yang menaungi perkeretaapiaan di Indonesia
sudah memenuhi standar kelayakan atau belum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum
pengangkutan dengan kereta api dan dasar hukumnya
Pengangkutan adalah
kegiatan pemuatan penumpang atau barang kedalam alat pengangkut, pemindahan
penumpang atau barang ketempat tujuan dengan alat pengangkut, dan penurunan
penumpang atau pembongkaran barang dari alat pengangkut ketempat tujuan yang
disepakati.
Sedangkan hukum pengangkutan adalah
sebuah perjanjian timbal-balik, yang mana pihak pengangkut mengikat diri untuk
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang ketempat tujuan
tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima,
penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk
pengangkutan tersebut.
Perkeretaapian adalah
satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya
manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api.
Kereta api
adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun
dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang
bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa hukum pengangkutan dengan kereta api adalah perjanjian
pengangkutan dengan pihak penyedia sarana kereta api.
DASAR HUKUM
1. UU
No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
2. PP
No. 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta api.
3. Peraturan
Menteri Perhubungan no 48 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan
Orang
2.2 Jenis pengangkutan
kereta api
Angkutan
kereta api adalah kegiatan sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang
akan ataupun sedang bergerak di
jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Jenis
angkutan pada perkeretaapian dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Angkutan
orang
adalah
pengangkutan orang dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan kereta. Dalam
keadaan tertentu penyelenggara sarana Perkeretaapian dapat melakukan
pengangkutan orang dengan menggunakan gerbong atas persetujuan pemerintah atau
pemerintah daerah, serta wajib memperhatikan keselamatan dan fasilitas minimal.
Bagi penyandang cacat, wanita hamil,
anak dibawah lima tahun, orang sakit, dan lansia dari pihak penyelenggara
Perkeretaapian wajib memberikan fasilitas Khusus dan kemudahan serta tidak
dipungut biaya tambahan.
2. Angkutan
barang
Adalah
angkutan barang dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan gerbong. Angkutan
barang terdiri atas sebagai berikut :
·
Barang umum
·
Barang khusus
·
Bahan berbahaya dan beracun
·
Limbah bahan berbahaya dan beracun
2.3
Tanggung jawab penyedia saran
kereta api terhadap penumpang dan pengirim barang
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN
Bagian
Kedelapan
Tanggung
Jawab Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian
Tanggung jawab terhadap penumpang
yang mengalami kerugian
Pasal
157
1. Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami
kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian
angkutan kereta api.
2. Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak pengguna jasa
diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun
tujuan yang disepakati.
3.
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
kerugian
yang nyata dialami.
4. Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau
meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian
angkutan kereta api.
Tanggung jawab terhadap pengirim
yang mengalami kerugian
Pasal
158
1. Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh pengirim barang karena barang hilang, rusak,
atau musnah yang disebabkan oleh
pengoperasian angkutan kereta api.
2. Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diterima
oleh Penyelenggara SaranaPerkeretaapian sampai
dengan diserahkannya barang
kepada penerima
3.
Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
kerugian yang
nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan
diperoleh dan biaya jasa yang
telah digunakan.
4.
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang
disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam
surat angkutan barang
PERATURAN
PEMERINTAH NO 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN KERETA API
BAB
VI
TANGGUNG
JAWAB PENYELENGGARA SARANA PERKERETAAPIAN
Bagian
Kesatu
Tanggung
Jawab Terhadap Penumpang yang mengalami kerugian
Pasal 168
1) Penyelenggara
sarana perkeretaapian bertanggung jawab terhadap penumpang yang mengalami
kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian
angkutan kereta api.
2) Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pemberian ganti kerugian dan biaya
pengobatan bagi penumpang yang luka-luka;
b. santunan bagi penumpang yang
meninggal dunia.
3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dimulai sejak penumpang diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun
tujuan yang tercantum dalam karcis.
Pasal 169
1) Penumpang
yang mengalami kerugian, luka-luka, dan keluarga dari penumpang yang meninggal
dunia sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api harus memberitahukan
kepada penyelenggara sarana perkeretaapian paling lama 12 (dua belas) jam
terhitung sejak kejadian.
2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada penyelenggara sarana melalui awak sarana perkeretaapian
atau petugas pengatur perjalanan kereta api pada stasiun terdekat dengan
menunjukkan karcis.
Pasal
170
1) Dalam
hal penumpang yang mengalami kerugian, lukaluka, dan keluarga dari penumpang yang
meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) tidak dapat
memberitahukan kepada penyelenggara sarana perkeretaapian, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib
memberitahukan kepada keluarga dari penumpang yang mengalami kerugian,
luka-luka, atau meninggal dunia sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta
api.
2) Penyelenggara
sarana perkeretaapian segera memberikan ganti kerugian dan biaya pengobatan
bagi penumpang yang luka-luka atau santunan penumpang yang meninggal dunia.
3) Ganti kerugian dan biaya pengobatan bagi
penumpang yang luka-luka atau santunan penumpang yang meninggal dunia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipenuhi oleh penyelenggara sarana
perkeretaapian paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian.
Pasal 172
Penyelenggara
sarana perkeretaapian ikut bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang
merugikan penumpang yang dilakukan oleh orang yang dipekerjakan secara sah
selama pengoperasian kereta api.
Pasal
173
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemberian santunan, pengobatan, dan besarnya
ganti kerugian terhadap penumpang dan pihak ketiga diatur dengan peraturan
Menteri.
Bagian
Kedua
Tanggung Jawab terhadap Barang yang
mengalami kerugian
Pasal
174
1) Penyelenggara
sarana perkeretaapian bertanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan
karena kelalaian penyelenggara sarana perkeretaapian dalam pengoperasian
angkutan kereta api.
2) Kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. barang hilang
sebagian atau seluruhnya;
b. rusak sebagian atau
seluruhnya;
c. musnah;
d. salah kirim;
dan/atau
e. jumlah dan/atau
jenis kiriman barang diserahkan dalam keadaan tidak sesuai dengan surat
angkutan.
3) Besarnya ganti kerugian dihitung berdasarkan
kerugian yang nyata-nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan
diperoleh dan biaya jasa yang telah digunakan.
Pasal
175
1) Pada
saat barang tiba di tempat tujuan, penyelenggara sarana perkeretaapian segera
memberitahukan kepada penerima barang bahwa barang telah tiba dan dapat segera
diambil.
2) Apabila
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak barang tiba di
tempat tujuan penyelenggara sarana perkeretaapian tidak memberitahukan kepada
penerima barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengguna jasa atau penerima
barang berhak mengajukan klaim ganti kerugian.
3) Pengajuan
klaim ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan
kepada penyelenggara sarana perkeretaapian dimulai sejak 7 (tujuh) harikalender
sejak diberikannya hak pengajuan klaim ganti kerugian.
4) Apabila
penerima barang tidak mengajukan klaim ganti kerugian dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hak untuk mengajukan klaim ganti kerugian
kepada penyelenggara sarana perkeretaapian menjadi gugur.
Pasal
176
Pihak
penerima barang yang tidak menyampaikan keberatan pada saat menerima barang
dari penyelenggara sarana perkeretaapian, dianggap telah menerima barang dalam keadaan
baik.
Pasal
177
Penyelenggara
sarana perkeretaapian dibebaskan dari tanggung jawab mengganti kerugian
apabila:
a.
penerima barang terlambat dan/atau lalai mengambil barang setelah diberitahukan
oleh penyelenggara sarana perkeretaapian;
b.
kerugian tidak disebabkan kelalaian dalam pengoperasian angkutan kereta api
oleh penyelenggara sarana perkeretaapian; dan
c.
kerugian yang disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat angkutan
barang.
Pasal
178
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tanggung jawab terhadap barang yang diangkut diatur
dengan peraturan Menteri.
PERATURAN
MENTRI PERHUBUNGAN NO 48 TAHUN 2015
TENTANG
STANDAR PELAYANAN MINIMUM ANGKUTAN ORANG
Tanggung jawab terhadap penumpang yang
mengalami kerugian
Pasal
5
1. Apabila
terjadi keterlambatan keberangkatan perjalanan terjadwal dari kereta api
perkotaan, pada stasiun kereta api keberangkatan , dalam 30 menit atau lebih
setiap penumpang berhak meminta formulir informasi keterlambatan dari
penyelenggara sarana perkeretaapian pada stasiun tujuan bagi penumpang yang
membutuhkan
2. Dalam
hal terjadi keterlambatan keberangkatan
perjalanan terjadwal dari kereta api perkotaan, pada stasiun kereta api
keberangkatan lebih dari 2 jam setiap
penumpang mendapatkan kompensasi berhak melakukan pembatalan transaksi
perjalanan.
3. Kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila penyelenggara
sarana perkeretaapian telah memberitahukan terjadi keterlambatan dan penumpang
tetap memilih menggunakan jasa kereta api perkotaan.
4. Dalam
hal terjadi keterlambatan keberangkatan perjalanan terjadwal dari kereta api
antarkota, pada stasiun kereta api keberangkatan setiap penumpang mendapatkan
kompensasi berikut :
a. Lebih
dari 3 jam wajib diberikan minuman dan makanan ringan
b. Selanjutnya
lebih dari 5 jam diberikan kompensasi berupa makanan berat dan minuman
5. Kompensasi
sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak berlaku apabila penyelenggara sarana
perkeretaapiaan menyediakan kereta api atau moda angkutan darat sebagai
penggati dengan kelas pelayanan yang sama menuju stasiun tujuan.
Pasal
6
1. Apabila
dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan / gangguan yang mengakibatkan
keterlambatan datang di stasiun kereta api tujuan pada perjalanan kereta api
antarkota, maka setiap penumpang mendapatkan kompensasi sebagai berikut :
a. Lebih
dari 3 jam wajib diberikan minuman dan makanan ringan
b. Selanjutnya
lebih dari 5 jam diberikan kompensasi berupa makanan berat dan minuman
2. Apabila
dalam perjalanan kereta api antarkota terdapat hambatan atau gangguan
operasional yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan
sampai stasiun kereta api tujuan, penyelenggara sarana wajib menyediakan
angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun
kereta api tujuan
Pasal
7
1. Pada
setiap stasiun kereta api keberangkatan apabila terjadi keterlambatan
perjalanan kereta api antarkota, penyelenggara sarana wajib mengumumkan alasan
keterlambatan kepada calon penumpang secara langsung atau melalui media
pengumuman selambat – lambatnya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan / sejak
pertama kali diketahui adanya keterlambatan
2. Penundaan
terhadap perjalanan kereta api antarkota dengan waktu yang dianggap cukup bagi
calon penumpang untuk menunda kedatangannya di stasiun kereta api keberangkatan
, pengumuman dapat dilakukan secara langsung / melalui telepon / pesan layanan
singkat dan ditempelkan pada papan informasi.
PERATURAN
MENTRI 48 TAHUN 2014
TENTANG
TATA CARA PEMUATAN, PENYUSUNAN, PENGANGKUTAN, DAN PEMBONGKARAN DENGAN KERETA
API
Tanggung
jawab terhadap barang yang mengalami
kerugian
Pasal
54
Pengguna
jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 berhak atas :
a. Pelayanan
pemuatan, penyusunan, pengangkutan, dan pembongkaran barang
b. Mendapat
ganti kerugian yang ditimbulkan karena kelalaian penyelenggara sarana
perkeretaapiaan dalam pengoperasian angkutan kereta api karena :
·
Barang hilang sebagian atau seluruhnya
·
Rusak sebagian atau seluruhnya
·
Musnah
·
Salah kirim
·
Jumlah / jenis kiriman barang diserahkan
dalam keadaan tidak sesuai dengan surat angkutan
c. Informasi
tentang jadwal keberangkatan dan
kedatangan kereta api
d. Informasi
tentang besarnya tarif angkutan
e. Informasi
tentang persyaratan angkutan barang
f. Informasi
tentang ruang pos pengaduan
g. Membuat
pengaduan atas pelaksanaan pelayanaan angkutan barang yang tidak sesuai dengan
perjanjian angkutan barang / surat angkutan barang
Pasal
55
Pengguna
jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana diatur didalam peraturan menteri ini, peraturan yang diterbitkan oleh
penyelenggara sarana perkeretaapiaan, dan ketentuan di dalam perjanjian
angkutan barang .
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil referensi yang penulis temukan bahwasanya yang menjadi dasar hukum atau
landasan hukum pengangkutan darat melalui kereta api yakni :
1.
UU No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
2.
Peraturan Menteri Perhubungan no 48 tahun 2015 tentang
Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang
3. PP No. 72 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Kereta api
Secara
bahasa kata pengangkutan berarti pemindahan barang, sedangkan secara istilah
yakni kegiatan pemuatan barang atau penumpang ke dalam alat angkut, serta
pemindahan dari tempat yang satu ke tempat lainnya (dengan asumsi tempat tujuan
yang disepakati). Jadi angkutan kereta api yaitu pemindahan barang atau
penumpang yang dilakukan dengan alat transportasi yakni kereta api.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009
Tentang Perkeretaapian
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar