Selasa, 19 Juli 2011

Harapan



















Nadiku bergetar seiring hentakan namamu
Hembusan nafas tercekat  melihat wajahmu
Mataku sembab , mengingatmu
Hatiku menjerit, menguak luka lampau

Detik demi detik terus berlalu
Setitik demi setitik rasa kian menghilang
Musnah terbawa masa kelam
Yang  tiada  ujung akhir

Jiwaku melayang, tanpa tujuan
Bersama angin yang berhembus
Seiring sosokmu yang ikut bersama
Musnahkan kenangan, antara kita

Jiwa raga yang t’lah kukorbankan
Tuk senyum yang tetap mengembang
Meski pahit racun kutelan
Tak sebanding , luka lampau 

Tuhan. .  hapus dia disetiap mimpiku
Kubur dia dalam benakku
Bungkam dia dalam anganku
Hilangkan dia dalam setiap hembusan nafasku,
Tutup luka lampau, kian terasa hingga detik ini.

Rabu, 06 Juli 2011

Second day :)

Senin , 13 Juni 2011

Pagi hari tepatnya jam 04.30, kami tiba di salah satu masjid di kawasan Jombang, Jawa Timur untuk melaksanakan ibadah sholat subuh. Tak hanya untuk sholat namun waktu untuk istirahat sejenak untuk para sopir yang semalaman telah berpacu di atas jalanan raya dan waktunya membersihkan diri sekedar cuci muka atau pun sikat gigi. Udara sejuk khas pedesaan menyambut wajah kami saat menuruni bus dan menuju masjid. Hamparan sawah terbentang di sebrang jalan, begitu asri dan teduh. Udara pagi  segar berhembus disekeliling kami, hal kecil yang mustahil kami temukan di kota metropolitan sehari – hari. Andaikan Jakarta sesejuk ini setiap hari, tentu setiap orang akan lebih bersemangat untuk memulai beraktifitas.

Setelah selesai melaksanakan ibadah sholat subuh, kami bergegas kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan. Tak terasa, perjalanan kita cukup cepat bila diperhitungkan. Jarak yang begitu jauh Jakarta – Jawa Timur dapat ditempuh dalam waktu semalam. Tak terbayang betapa kerasnya usaha para sopir yang tetap setia menjaga lelapnya saat malam tiba, dan konsekuen serta bertanggung jawab dengan pekerjaan mereka. Pastinya rasa lelah yang amat sangat mereka rasakan, salut untuk pekerjaan pak supir :)

Perjalanan kami lanjutkan untuk  mengejar schedule penyebrangan dari Ketapang – Gilimanuk sore ini dan diperkirakan saat malam tiba, kami telah menjejakkan kaki di Bali. Sepanjang perjalanan tentu kami isi dengan canda dan tawa diiringi alunan music yang mengalun merdu mengiringi perjalanan kami. Ketika sore tiba, acara karoke pun dimulai. Lagu – lagu lawas mengalun sepanjang perjalanan, yah karena yang menyanyikan bu woro. Tak hanya satu lagu, terlebih satu album. Suara bu Woro mengalun bersama iringan music suara dvd. Ya bisa dibayangkan sepanjang perjalanan yang kami lalui seperti sepanjang jalan kenangan :)

Harapan semula untuk menyebrang disore hari ternyata tak sesuai perkiraan pihak travel.  Kami tiba dipelabuhan Ketapang, Banyumas saat magrib dan dikarenakan cuaca yang memburuk ditambah ombak besar, sehingga jadwal penyebrangan ditunda menunggu cuaca kembali normal. Saat memasuki kapal, jujur gw langsung mabok laut. Kepala yang pening ditambah perut terasa mual, membuat keadaan semakin menyiksa khusus untuk gw. Ditambah penyebrangan ditunda menunggu cuaca yang membaik, semakin panjang penderitaan gw. Saat teman – teman menikmati perjalanan diatas kapal sambil berfoto ria, gw hanya bisa menahan rasa mual itu sampai nangis (lebay tapi beneran sih). Jangankan naik kapal, naik getek deket galas aja udah mual apalagi nyebrang Ketapang – Gilimanuk sepanjang 2,3 km ????


Pertama sampai dikapal
Lihat muka Tika :)



Nahan mula, tapi disuruh foto - foto :)
Bukti asli muka mabok gak bisa bohong :(
 Kabar baik datang karena ternyata kami telah sampai di Gilimanuk, alhamdulilah :)  yang berarti akan segera balik ke darat. Semoga mabok laut ini gak terbawa sepanjang perjalanan menuju hotel. Saat menuruni kapal, ternyata tubuh yang mulai gak fit ditambah mabok laut membuat gw berjalan gontai menuruni anak tangga, hamper jatuh kalo gak ada fitri yang menuntun gw. *makasih ya fit :) . Tiba diatas bus, hanya satu harapan gw “cepet sampe hotel dan merebahkan tubuh diatas kasur”. Hanya satu harapan gw waktu itu. Ternyata perjalanan menuju hotel sangat jauh, kami baru tiba sekitar pukul 00.30 WITA . Tubuh yang lelah ditambah rasa mual yang masih terasa, ingin secepatnya tiba diatas kasur dan saat itu tiba Alhamdulillah :) .

Kamar kami berada di nomor 328. Satu kamar terdiri dari 2 kasur + 1 extra bed, 1 kamar mandi, dan 1 kulkas tersembunyi hehehehh . Dikamar ini gw bareng sama Arin, April, Ayu dwi, dan Vio. Begitu sampai kami lagsung mengisi full kulkas tersembunyi dengan makanan kami dan tentunya dikunci rapata – rapat heheheh . Tetapi rasa seneng itu gak berlangsung lama, karena ternyata dikamar ada satu lukisan seorang wanita. Tak ada yang special memang, tetapi lukisan itu begitu menakutkan. Jujur, mata wanita itu seakan selalu mengawasi setiap gerak – gerik kami (entah perasaan gw aja, atau setiap orang dikamar). Jadi gw putuskan untuk menggeser kasur gw dan arina (yang satu tempat tidur) mepet kearah tembok, dan gw tidur di dekat tembok. Jadi gw gak bisa melihat lukisan itu lagi, dan bisa tertidur nyenyak :)

Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, gw langsung menuju kasur untuk segera terlelap. Ya hari itu memang gw yang tertidur lebih awal, karena factor tubuh yang kurang fit dan kelelahan yang amat sangat (agak lebay) ditambah mabok laut yang mash terasa. Entah apa yang dilakukan teman sekamar gw yang lain heheheh :)

Selasa, 05 Juli 2011

Frist Climb

Sesuai dengan rencana yang disusun sedemikian rupa dengan terlibatnya banyak alumni, akhirnya kita pun untuk pertama kalinya belajar manjat (climbing ).
                                       

alat manjat baru :)

*makasih buat alumni atas partisipasinya untuk menyumbangkan membeli alat-alat baru  :p

Awalnya berharap bakal rame banget dan pasti seru, tentu karna pertama kali baru ngerasain mau belajar manjat. Tapi sayangnya alumni yang bisa ikut cuma 2 orang ,dadang dan jenggot.Tapi semuanya bisa dihandle sama bang dadang buat acara belajar manjatnya(gila,gelantungan di atas tebing.berani bgt,udah biasa mgkn)dan jenggot yang bantu ngebilay.Belajar manjat,ngebilay,dan rafling.tapi rasanya campur aduk,antara seneng,takut,deg-degan sampe pengen nangis.

(lebay,tp beneran si) :p

gw sendiri yang memang takut ketinggian karena trauma,jadi ya mungkin  ekspresi yang benar - benar berlebihan. sumpah itu tebing tinggi banget, dan jujur takut banget jatuh.jadi ya gitu deh jadinya.hehehehe :D

takut + deg-degan diawal >> seneng + nangis bahagia akhirnya.



Pemandangan dari atas tebing 

Sayang belajar manjat emang susah banget, atau mungkin karena pemula?Tapi jujur,entah karena kondisi kurang fit atau apa,tiba-tiba baru 1/4 tebing mungkin,tangan tiba-tiba udah serasa lemes dan gak kuat.("turun, gak dapet jodoh")

*parah banget tuh yang nyumpahin , tapi gimana lagi,udah bener-bener lemes(kurang darah kayaknya) dan pas turun pun pandangan udah burem,dan kepala pusing bgt.huh. . .terpaksa cuma sampe sgtu>>lanjut rafling.



Cuaca gak bersahabat,hujan pun turun dan kita pun selesai sampe hari itu.Semua butuh proses,jadi sabar ya buat alumni yang ajarin belajar manjat :p

First Day :)


Minggu, 12 Juni 2011

Hari yang telah dinanti berbulan – bulan sebelumnya. Hari kemenangan itu pun tiba setelah dilewati oleh berbagai macam peristiwa dan tentunya ujian akhir yang kami lewati bersama – sama (re: Trichogaster). Saatnya mengatakan “ Welcome to Bali “.  Namun sayang, kebahagian ini mungkin kurang lengkap karena tidak semua Trichogaster  mengikuti study tour karena alasan masing – masing tentunya ditambah hal yang mengecewakan yaitu tidak satu bis untuk sekelas. Keputusan final  yang mesti diterima dengan lapang dada ( meski dalam hati kesel setengah mampus :( ) dicampur dengan kelas lain karena kuota bis yang tidak memadai. Kecewa yah tentunya, terlebih inilah saat – saat akhir kami bersama , sebelum nantinya akan berpisah dikelas XII. Kesedihan tak boleh berlarut and of course time must go on. Terlebih ditambah dengan insiden kecil yang terjadi sebelum keberangkatan (gesekan kecil) tentu membuat bad mood setengah hari sepanjang perjalanan. 

Perjalanan jauh yang kami tempuh Jakarta – Tasikmalaya – kebumen  tentu sangat amat disayangkan apabila hanya dihabiskan dengan suasana hati yang badmood. Kami menaiki bis 5 bersama XI IPA 3 tetangga :) dan tentunya ditemani dengan 2 wali kelas ( Bu Woro dan bu Endang ) , 1 karyawan >> Big bos :) , 2 sopir + 1 official , dan seorang mentor selama perjalanan Jakarta – Bali – Jakarta. Dia adalah kak Dero, mahasiswa sejarah di UNJ. Awal mula perkenalan tentu masih agak canggung, dan kami agak sedikit acuh karena suasana hati yang sedang bad mood.  Tapi semua seakan hilang seketika saat canda tawa kami pun pecah. Hari pertawa dilewati dengan surprise ultah Enrico diatas bis yang sedang melaju. Setelah surprise dan pembagian kue untuk setiap orang di bis, semua insiden kecil sebelum keberangkatan hilang seketika. Selanjutnya terjadi tragedi mabok = kobam  Ali Iqbal ( anak IPA 3) :) . Memang hanya  hal kecil tapi terasa lucu karena saat dia mabok dan ingin muntah, semua panic dan tentu kak Dero yang menjadi timkes selama di bis bolak – balik membawakan obat – obatan dan kantong plastic hitam untuk setiap orang yang akan muntah. *sabar ya buat kak Dero :p Lalu dilanjutkan dengan berbagai macam film yang disetel (maaf gak tau judulnya ) yang gw ingat hanya Big Momma :)



Makan siang di Tasik
Saat malam tiba, petikan gitar mulai mengalun sepanjang perjalanan meski agak jayus karena yang main Panca :D , tapi kami semua terlihat sangat menikmatinya. Tapi kebahagian kami terusik seketika saat Bu Woro mengambil alih kendali *aduh ibu kayak gak pernah muda aja :( . Sindiran bersahutan, tapi kok gak sadar – sadar ya??? Ok, acara dilanjutkan dengan watching a movie >>> mother’s day (film psikopat yang sama persis dengan film Rumah Dara). Yaaaah bukan karena takut, tapi terlebih agar kenyamanan gw meminta Kaca Jendela di sekitar gw ditutup rapat, hehhehe :D *maaf ya kalo gw terlalu banyak menjerit saat nonton hehheheh :D
Malam pertama di bis
Mungkin karena factor hari pertama, jadi kami tidur agak larut. Sekitar jam 23.30 WIB, kami seharusnya tertidur dikarenakan perjalanan yang masih sangat jauh dan dibutuhkan kondisi tubuh yang fit. Yaaaaa jujur suasana malam inilah yang paling amat dirindukan saat ini. Ketika setiap orang sedang terlelap tidur, tetapi gw dan fitri khususnya gak bisa tidur karena locehan panjang Aji yang gak ada habisnya. Gw rasa garger juga udah enek dengerinnya hahhahaha :D dan saat kami mencoba untuk terlelap, kami malah terbangun seketika karena sibuk dengan barang bawaan yang akan jatuh (terutama gitar). Ditambah pula dengan suara dengkuran (re : ngorok) yang entah berasal dari mana. Tapi ternyata yang mendengkur disamping gw si garger hahhaah :D *mungkin dia capek ngadepin si robot :p

Bus yang melaju dengan kecepatan tinggi karena mengejar target sampai tempat tujuan minimal sesuai schedule, tentu gw nikmatin. Terlebih saat tengah malam, fantastic. Supir yang sudah berpengalaman dan mempunyai nyali tingkat tinggi menyalip setiap kendaraan di depan kami. Sungguh uji adrenalin yang gw rasakan terlebih dengan mata kepala sendiri turut menyaksikan tikungan tajam dan salip menyalip membelah keheningan malam jalanan. Gelapnya malam menembus jalanan hutan yang mencekam. Sunyi dan teramat sepi. Semua berlalu seiring bus yang selalu melaju .

Satu hal yang paling sangat mengenaskan yaitu saat gw nahan untuk pipis. Sesuai kenyataan, karena hampir 80 % kami berada di bis ( rumah kedua ) ditambah dengan dinginnya udara didalam bis tentu tak ada keringat yang keluar dan menyebabkan produksi urin yang meningkat. Ditambah duduk sepanjang perjalanan memicu factor ingin pipis. Pernah awal keberangkatan nahan pipis sampe 2 jam. Sumpah itu 2 jam. Bisa dibayangkan bagaimana menderitanya saya sebagai seorang manusia ( agak lebay). Udah gak tau mesti ngomong apa dan rasanya mau nangis kalo gak punya malu lagi , tapi karna rasa malu yang sangat tinggi terpaksa hanya bisa merintih da menahan . *pasti setiap cewe di bis juga merasakan apa yang gw rasakan :)





Berfoto ria sehabis pipis dan sholat


Menguak dalang petrus


. . . . .
Ramai gunjing tentang dirimu
Yang tak juga hinggap rasa jemu
Suram hari depanmu              
Rasa was was mata beringas
Menunggu datang peluru yang panas
Di waktu hari naas
Oh bisik jangkrik ditengah malam
Tenggelam dalam suara letusan
 Kata berita di mana mana
Tentang Sugali tak tenang lagi dan lari sembunyi
Dar der dor suara senapan
 Sugali anggap petasan
Tiada rasa ketakutan punya ilmu kebal senapan
Sugali makin keranjingan
 . . . .
(Sugali, 1984 – Iwan Fals)

Penggalan lirik lagu populer diatas, pada tahun 1984, dinyanyikan oleh Iwan Fals, sebagai  simbol  yang menceritakan kejadian heboh saat itu. Ditemukan banyak mayat  yang mayoritas penjahat kerah dekil  yaitu kaum “gali”. Gali adalah kepanjangan dari Gabungan Anak Liar meliputi preman-preman, pungli dan kelompok penjahat lainnya. Mayat korban  ditemukan di jalan, halaman rumah, kebun, hutan dan laut yang sebagian besar karena tertembak. Keadaan korban saat ditemukan dalam posisi tangan dan leher terikat. Peristiwa yang menyebabkan banyak jatuh korban, tanpa diketahui pelaku dari tindak kejahatan itu disebut penembak misterius yang kemudian lebih dikenal dengan singkatan Petrus.

Biasanya, Petrus mengincar pria bertato yang diduga pelaku tindak kejahatan, seperti mayat – mayat bertato yang banyak ditemukan. Kaum penjahat kerah dekil, terutama yang mempunyai catatan hitam dan bertato, panik dan khawatir memikirkan nasibnya yang menjadi target Petrus selanjutnya. Mereka yang bertato, berusaha keras menghilangkan tato ditubuhnya hingga menyetrika tatonya. Jika masih merasa belum aman, mereka melarikan diri dan berpindah – pindah tempat menghindari kejaran dari Petrus. Setelah kasus itu tidak lagi mencuat dan merasa aman , barulah mereka kembali ke keluarganya, seperti pernyataan salah satu korban selamat Petrus yang ditulis Ema/Abs-sn dalam artikelnya di wawasan-digital.com :

"Wah, saya betul-betul takut. Waktu Petrus mulai dulu, saya baru saja berumur 18 tahun. Saya sudah dua tahun "kerja" waktu itu. Karena kata orang yang dicari-cari itu yang bertato, tato di tangan dan di punggung saya, saya setrika. Karena masih khawatir juga, saya lari ke Riau dan sembunyi di kampung- kampung di sana selama empat tahun. Baru sesudah agak aman saya kembali lagi ke sini, dan mulai lagi ‘kerja". Habis bagaimana lagi! Saya perlu makan. Jadi, terpaksa yaa kerja copet ini saja. Saya biasa beroperasi di terminal dan dalam bus rute Semarang - Yogyakarta. Masak orang kayak saya ini yang ditembak. Kalau mau ditembak, ya ..., koruptor-koruptor itulah!"  

Menurut Ema/Abs-sn di detik.com, awal mula dari kejadian ini adalah penanggulangan kejahatan di Jakarta . Pada tahun 1982, Soeharto memberikan peng­har­gaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keber­ha­silan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat. Pada Maret tahun yang sama, di hadap­an Rapim ABRI (sekarang TNI) Soehar­to meminta polisi dan ABRI mengambil lang­kah pemberantasan yang efektif me­ne­kan angka kriminalitas. Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982. Permintaannya ini disambut oleh Pang­­­opkamtib Laksamana Soedomo da­lam rapat koordinasi dengan Pangdam Ja­ya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta di Markas Kodam Metro Ja­ya tanggal 19 Januari 1983. Dalam rapat itu diputuskan untuk melakukan Operasi Clurit di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI di ma­sing-masing kota dan provinsi lainnya.

Kontras mencatat korban tewas Petrus di seluruh Indonesia ,pada tahun 1983 berjumlah 532 orang, pada tahun 1984 sebanyak 107 orang, dan pada tahun 1985 sebanyak 74 orang. Jumlah korban Petrus terbesar berdasarkan provinsi, yaitu pertama terdapat di Jawa Barat, kemudian DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatra Utara dan Jawa Timur yang ditulis Sukmo Wibowo/Trijaya dalam artikelnya di news.okezone.com 

Sebagian golongan masyarakat, para cendekiawan, politisi , dan pakar hukum angkat bicara. Mereka menduga Soeharto adalah dalang dibalik Petrus. Ini salah satu taktik politik Soeharto untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia, dengan membuat kesan bahwa masa pemerintahan Soeharto kehidupan rakyat makmur, aman , nyaman , dan sejahtera. Selain itu, secara tidak langsung melenyapkan lawan politiknya, sehingga Soeharto tetap menjadi pemimpin negeri ini selama beberapa periode berturut – turut, seperti pernyataan Soeharto yang dikutip oleh Qamar Kamal dalam bukunya “Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”, yang ditulis Ramadhan K.H 

“Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan.. dor.. dor.. begitu saja. Bukan! Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak.” “Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Ini supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. “Maka, kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu.” 

Sementara mantan Wakil Presiden Adam Malik menyanggah pernyataan Soeharto  "Ja­ngan mentang-mentang penjahat kerah dekil langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi ma­ti. Jadi syarat sebagai negara hukum su­dah terpenuhi. Adam Malik mengingat­kan, setiap usaha yang bertentangan de­ngan hukum akan membawa negara ini pa­da kehancuran” , kutipan dari Wikipedia yang dimuat Sinar Harapan, 25 Juli 1983.

Saat itu, kasus Petrus menjadi berita utama publik. Petrus terkesan dilindungi oleh proses penyelidikan tindak pidana. Tidak ada hasil yang jelas dan tindakan nyata, mengusut tuntas kasus Petrus, hingga proses pengadilan. Tindakan kriminal Petrus termasuk bentuk pelanggaran hukum, tanpa ada proses pengadilan, seperti pernyataan Adnan Buyung Nasution SH, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum ( LBH ), yang dituliskan Ema / Abs – sn dalam artikelnya “Petrus, sisi kelam pemerintahan Soeharto”

 Jika usaha pemberantasan kejahatan dilakukan hanya dengan main tembak tanpa melalui proses pengadilan maka hal itu tidak menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan. Padahal kedua masalah tersebut merupakan tuntutan hakiki yang diperjuangkan orang sejak Zaman Romawi Kuno. Jika cara – cara seperti itu terus dilakukan maka lebih kedudukannya, mengatakan tindakan main dor –doran itu benar, saya tetap mengatakan hal itu adalah salah,” tegas Buyung ( Sinar Harapan, 6 Mei 1983 ).

Sementara itu, bagaimana nasib para korban Petrus dan keluarganya? Apakah mereka muak dengan kebohongan publik selama ini yang melindungi Petrus? Bagaimana cara mereka untuk menyakinkan masyarakat mengenai kebenaran sesungguhnya? 

Salah satu korban Petrus yang selamat, Bathi Mulyono yang melarikan diri ke lereng Gunung Lewu, Magetan, Jawa Timur meninggalkan istrinya yang baru saja melahirkan anak keenamnya. Bertahun – tahun dia berpindah – pindah mencari tempat yang aman dari kejaran Petrus. Setelah merasa aman, dia kembali ke keluarganya. 

"Waktu itu saya masih dicari-cari orang. Saya sembunyi di atap rumah. Istri saya mau melahirkan. Saya sembunyi, menunggu anak saya lahir. Begitu lahir dan saya tahu perempuan, saya lempar kertas ke bawah, lalu saya lari. Anak itu saya beri nama Lita," tutur Bathi yang ditulis Indah Nurmasari dalam artikelnya.

“Jika engkau memaafkan atau membebaskan seorang diktator dan koruptor, mengapa engkau penjarakan preman pasar dan pencuri ayam???” , ucap Lita di artikel blognya http://litabm.wordpress.com/2008/03/08/petrus-sisi-kelam-pemerintahan-soeharto-1/

Pernyataan Litha, jelas bermaksud bahwa dia merasa tidak adil atas kejadian yang dialami ayahnya, sehingga mereka terpisahkan bertahun – tahun sejak kelahirannya. Kemudian latar belakang inilah, yang membuat dia mengeluarkan sebuah album berjudul “Tirai kelahiran ’83 ” , yang terinspirasi oleh kelahirannya .  Album ini bukanlah menuntut keadilan  atas kasus Petrus, namun lebih menyakinkan masyarakat mengenai kebenaran masa orde baru dan mengingatkan kembali peristiwa Petrus agar kelak tidak terulang lagi, seperti pernyataanya berikut :

“Harapanku, apa yang terjadi padaku tidak terjadi pada orang lain. Jujur saja, sangat menyakitkan. Aku hanya bisa sampaikan lewat lagu apa yang aku rasakan sejak kecil,” tutur Litha lagi.

Kasus Petrus merupakan salah satu catatan kelam sejarah bangsa ini, ketika kejahatan dilindungi penyelenggaraan hukum di Indonesia. Semua dapat terjadi tanpa ada pengawas atau aparat hukum yang dapat menghentikan, hanya karna dalang dari kasus ini penguasa yang dapat mengatur segalanya.
Korban – korban sasaran Petrus, pada dasarnya manusia yang mempunyai hak untuk hidup dan dilindungi. Korban – korban sasaran Petrus tidak semestinya dihukum dengan kehadiran Petrus, yang mengeksekusi langsung tanpa ada perlibatan hukum. Jika mereka terbukti bersalah, biarkan hukum ditegakkan sebagaimana mestinya, untuk meminta pertanggungjawaban atas tindak kriminalitas yang mereka perbuat, sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM dan konstitusional.

Lomba Festival Penulisan Esai “Kekerasan Perdamaian dan Keindonesiaan” .