Berikut pengertian metode penelitian menurut beberapa
ahli :
- Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.[1]
- Metode penelitian adalah bagaimana secara berurut suatu penelitian dilakukan yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan (Moh.Nazir, 2005:44)[2]
- Menurut Baker (Nyoman, 2010 :41) metodologi penelitian adalah cara – cara yang mengatur prosedur penelitian ilmiah pada umumnya, sekaligus pelaksanaannya terhadap masing – masing ilmu secara khusus. [3]
- Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakanoleh pelaku suatu disiplin ilmu.’[4]
- Arikunto (2002:136) “ Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya .”[5]
- Metode Penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan dilaksanakan.[6]
- Nasir (1988;51) Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan .[7]
- Winarno (1994) Metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan teknik yang teliti dan sistematik.
- Muhiddin Sirat (2006) Metode penelitian adalah salah satu cara memilih masalah dan penentuan judul penelitian.
- Hadari Nawawi, Pengertian Metode Penelitian adalah ilmu yang membincangkan metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan.[8]
- Menurut Sutrisno Hadi, Pengertian Metode Penelitian ialah pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah untuk suatu penelitian.
- èMenurut saya metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun cara mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah.
Berikut definisi penelitian hukum :
- Menurut Peter Mahmud Marzuki (2011 : 35), penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi.[9]
- Menurut Soerjono Soekanto , penelitian hukum ialah suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang mempunyai tujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu. [10]
- Menurut Morris L. Cohen , Legal Research is the process of finding the law that governs activities in human society (Penelitian hukum ialah suatu proses untuk mencari hukum yang mengatur kegiatan di masyarakat). Kemudian Cohen juga menyatakan bahwa “ It involves locating both the rules which are enforced by the states and commentaries which explain or analyze these rules( Termasuk mencari keduanya, peraturan yang dipaksakan oleh negara dan komentar yang menjelaskan atau menganalisis peraturan tersebut). [11]
- Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati menambahkan penelitian hukum juga menyentuh segi konseptual dari lapisan teori hukum, meliputi pengertian – pengertian umum (Algemene begrippen) secara konseptual yang mempunyai sifat normatis- empiris. Begitu pula aspek tenik yuridis dari segi dogmatik hukum penekanannya pada konsep technisch juridisch begrippen yang bersifat normatif.
- Arief Sidharta menjelaskan bahwa penelitian tentang ajaran hukum mencakup analisis pengertian hukum, pengertian – pengertian dalam aturan perundang – undangan meliputi konsep – konsep dalam hukum dan asas- asasnya .
- Menurut SOETANDYO WIGNYOSOEBROTO, penelitian hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer) dan/atau jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang cermat, berkererandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada.
- Menurut T. M. RADHIE, penelitian dalam ilmu hukum adalah keseluruhan aktivitas berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisis dan menginterpretasi fakta serta hubungan di lapangan hukum dan di lapangan lain-lain yang relevan bagi kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapat dikembangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah unutuk menanggapi berbagai fakta dan hubungan tersebut.[12]
- è Menurut saya Penelitian Hukum adalah suatu penelitian yang mempunyai obyek hukum, baik hukum sebagai suatu ilmu atau aturan-aturan yang sifatnya dogmatis maupun hukum yang berkaitan dengan perilaku dan kehidupan masyarakat.
Jenis – jenis penelitian hukum
Ditinjau dari disiplin hukum yang mempunyai ruang
lingkup yang begitu luas , seorang peneliti dapat memilih jenis penelitian
sebagai berikut :
- Penelitian normatif
Pada hakekatnya merupakan kegiatan
sehari – hari seorang sarjana hukum. Bahkan, penelitian hukum normatif hanya
mampu dilakukan oleh seorang sarjana hukum yang sengaja dididik untuk memahami
dan menguasai disiplin hukum. Kegunaan dari metode penelitian hukum normatif
adalah :
a.
Untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum
positifnya mengenai suatu masalah tertentu
b.
Untuk dapat menyusun dokumen – dokumen hukum
c.
Untuk menulis makalah atau ceramah maupun buku hukum
d.
Untuk menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah
dan bagaimanakah hukumnya mengenai suatu peristiwa atau masalah tertentu
e.
Untuk melakukan penelitian dasar dibidang hukum
f.
Untuk menyusun rancangan undang – undang atau peraturan
perundang – undangan baru
g.
Untuk menyusun rencana pembangunan hukum
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian normatif
filakukan terhadap hal – hal sebagai berikut:
- Penelitian menarik asas hukum, dimana dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis
- Penelitian sistematik hukum, dimana dilakukan terhadap pengertian dasar sistematik hukum yang meliputi subyek hukum, hak dan kewajiban , peristiwa hukum, hubungan hukum, maupun obyek hukum
- Penelitian taraf sinkronisasi peraturan perundang – undangan yang dilakukan dengan dua cara yaitu : - Secara vertikal, disini yang dianalisa adalah peraturan perundang – undangan yang derajatnya berbeda yang mengatur bidang yang sama . - Secara horizontal, dimana yang dianalisa adalah peraturan perundang – undangan yang sama derajat dan mengatur bidang yang sama
- Penelitian perbandingan hukum, dimana dilakukan terhadap berbagai sistem hukum yang berlaku di masyarakat
- Penelitian sejarah hukum, dimana dilakukan dengan menganalisa peristiwa hukum secara kronologis dan melihat hubungannya dengan gejala sosial yang ada. 2. Penelitian empiris (socio-legal)
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa
cara sebagai berikut :
a.
Identifikasi hukum tidak tertulis , dalam hal ini ruang
lingkup penelitian ini adalah norma hukum adat yang berlaku dalam masyarakat
dan norma hukum yang tidak tertulis lainnya.
b.
Efektivitas hukum, merupakan kajian penelitian yang meliputi
pengetahuan masyarakat, kesadaran masyarakat dan penerapan hukum dalam
masyarakat.
Perbedaan kajian hukum normatif dengan kajian empiris
antara lain dapat dilihat dari ciri – ciri berikut:
- Kajian empiris membatasi diri pada kegiatan pemaparan ilmiah- positif , analisis, perumusan hipotesis dan pembentukan teori secara objektif . sedangkan kajian hukum normatif mengambil sikap kritis-normatif bertolak dari wawasan atas keberadaan manusia dalam masyarakat serta melancarkan kritik terhadap praktek hukum maupun dogma
- Kegiatan kajian empiris membuahkan hasil kajian deskriptif. Sedangkan disiplin kajian hukum normatif membuahkan hasil kajian preskriptif yaitu merumuskan dan mengajukan pedoman – pedoman dan kaidah – kaidah yang harus di[atuhi oleh praktek hukum dan dogmatik hukum, dan bersifat kritis.
- Pada kajian empiris dalam melihat hubungan antara peneliti dengan objek yang diteliti dipergunakan konstruksi relasi subjek – objek , dan kajian ini mengklaim dapat mencapai hasil kajian yang objektif. Kajian ini dilandasi perspektif eksternal, sehingga si peneliti bersikap sebagai pengamat / penonton. Sebaliknya kajian hukum normatif dilandasi pandangan relasi subjek – subjek , sehingga hasil kajiannya bersifat intersubyektif. Kajian ini dilandasi perspektif internal, sehingga si peneliti bersikap sebagai partisan / pengamat terlibat, dan hasilnya ialah pengetahuan yang inter-subyektif.
- Kajian empiris dilandasi teori kebenaran korespondensi, sedangkan kajian hukum normatif dilandasi teori pragmatik.
Penelitian hukum ini akan mempergunakan jenis
penelitian hukum normatif. Jadi penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum
normatif.
Contoh makalah metode penelitian hukum
A. JUDUL : EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN
PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK
INDOENSIA
B. LATAR
BELAKANG
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang yang dibuat oleh Presiden (dengan bantuan
Menteri, Pemerintah, tanpa DPR). Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah
sebagai pengganti undang-undang”. Oleh karena perdebatan dalam DPR memakan
waktu yang lama dan dengan demikian tidak dapat dijalankan suatu Pemerintahan
yang efisien maka untuk mengatur selekas-lekasnya suatu keadaan yang genting,
yang darurat, Presiden diberi kuasa (wewenang) membuat sendiri yaitu tanpa
kerjasama dengan DPR suatu peraturan bertingkatan undang-undang. Perpu lahir
dikala negara, khususnya Indonesia mengalami hal ikhwal kegentingan yang
memaksa. mengalami hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini juga menjadi salah
satu pembahasan dalam Hukum Tata Negara, yaitu mengenai Hukum Tata Negara
Darurat. Hukum Tata Negara Darurat ialah: Rangkaian pranata dan wewenang negara
secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam ke dalam kehidupan
kehidupan biasa atau normal.
Wewenang Presiden
menetapkan Perpu adalah kewenangan yang luar biasa di bidang perundang-undangan,
sedangkan wewenang ikut membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan
Keputusan Presiden adalah wewenang biasa. Dalam praktik sistem
perundang-undangan yang berlaku, Perpu merupakan jenis peraturan
perundang-undangan tersendiri. Secara praktis penggunaan sebagai nama
tersendiri dimaksudkan untuk membedakan dengan PP yang bukan sebagai pengganti
undang-undang atau PP. Menurut UUD 1945, Perpu adalah PP yang ditetapkan dalam
“hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.
Pada saat lahirnya Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004, pengaturan mengenai perpu terdapat pada Pasal 7 ayat 1 dengan
urutan yang itu dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan
Daerah. Konsep Perpu sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat
sementara tidak berlaku adagium untuk “menggantikan perpu tersebut atau untuk
menghapus perpu tersebut”, tetapi hanya adagium “dicabut oleh peraturan perundang-undangan
yang sederajat atau yang lebih tinggi”. Perpu tidak dapat dicabut dengan Perpu
serupa karena Perpu yang mencabut harus memenuhi syarat hal ikhwal kegentingan
yang memaksa. Sedangkan perpu yang ada perlu dicabut atau diubah bentuknya menjadi
undang-undang karena tidak ada lagi hal ihkwal kegentingan yang memaksa. Perpu
yang dicabut harus juga diajukan ke DPR, yaitu Perpu tentang pencabutan Perpu
tersebut.
Undang- Undang
Dasar Negara Republok Indonesia Tahun 1945 di dalam Pasal 22 menegaskan, “Dalam
hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak mengeluarkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat
persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat
persetujuan, maka peraturan pemerintah harus dicabut.” Ketentuan dalam Pasal 22
tersebut mengisyaratkan apabila keadaannya lebih genting dan amat terpaksa dan
memaksa, tanpa menunggu adanya syarat-syarat yang ditentukan lebih dahulu oleh
dan dalam suatu undang-undang, serta bagaimana akibat-akibat yang tidak sempat
ditunggu dan ditetapkan dalam suatu undang-undang, Presiden berhak menetapkan
Perppu sekaligus menyatakan suatu keadaan bahaya dan darurat.[1]
Unsur “kegentingan
yang memaksa” harus menunjukkan dua ciri umum, yaitu: (1) Ada krisis (crisis),
dan (2) Kemendesakan (emergency). Suatu keadaan krisis apabila terdapat
gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and sudden
disturbunse). Kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai
keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera
tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Atau telah ada tanda-tanda
permulaan yang nyata dan menurut nalar yang wajar (reasonableness)
apabila tidak diatur segera akan menimbulkan gangguan baik bagi masyarakat
maupun terhadap jalannya pemerintahan.[2]
Menurut Jimly
Asshiddiqie, syarat materiil untuk penetapan Perppu itu ada tiga, yaitu:[3] Ada
kebutuhan yang mendesak untuk bertindak atau reasonable
necessity; Waktu yang tersedia terbatas (limited time) atau terdapat
kegentingan waktu; dan Tidak tersedia alternatif lain atau menurut penalaran
yang wajar (beyond reasonable doubt) alternatif lain diperkirakan tidak
akan dapat mengatasi keadaan, sehingga penetapan Perppu merupakan satu-satunya
cara untuk mengatasi keadaan tersebut.
Hal ikhwal keadaan
yang memaksa itu tidak selalu membahayakan. Segala sesuatu yang “membahayakan”
tentu selalu bersifat “kegentingan yang memaksa,” tetapi segala hal ikhwal
kegentingan yang memaksa tidak selalu membahayakan. Oleh karena itu, dalam
keadaan bahaya menurut Pasal 12, Presiden dapat menetapkan Perpu kapan saja
diperlukan, tetapi, penetapan Perpu oleh Presiden tidak selalu harus berarti
ada keadaan bahaya lebih dulu. Artinya, dalam kondisi negara dalam keadaan
normal pun, apabila memang memenuhi syarat, Presiden dapat saja menetapkan
suatu Perpu.[4]
Perkataan
“kegentingan yang memaksa” dapat dikatakan berkaitan dengan kendala
ketersediaan waktu yang sangat terbatas untuk menetapkan suatu undang-undang
yang dibutuhkan mendesak sehingga sebagai jalan keluarnya Presiden diberikan
hak dan fasilitas konstitusional untuk menetapkan Perppu untuksementara waktu.
Hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini hanya mengutamakan unsure kebutuhan
hukum yang bersifat mendesak (proporsional legal necessity), sementara waktu
yang tersedia sangat terbatas (limited time) dan tidak memungkinkan untuk
ditetapkannya undang-undang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hukum itu.
Sementara itu, soal ancamannya terhadap keselamatan jiwa, raga, kekayaan,
ataupun lingkungan hidup tidak dipersoalkan.[5]
Pada hakekatnya
Perppu sama dan sederajat dengan Undang-Undang, hanya syarat pembentukannya
yang berbeda. Oleh karena itu, penegasan dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan
bahwa materi muatan Perppu sama dengan materi muatan Undang-Undang. Menurut
Jimly Asshiddiqie, sebagai konsekuensi telah bergesernya kekuasaan membentuk
undang-undang dari Presiden ke DPR berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) baru
juncto Pasal 5 ayat (1) baru UUD 1945, maka kedudukan DPR sebagai lembaga
legislatif makin dipertegas. Oleh karena itu, semua peraturan yang dikeluarkan
oleh Presiden haruslah mengacu kepada Undang-Undang dan UUD, dan tidak boleh lagi
bersifat mandiri seperti Keputusan Presiden di masa lalu. Satu-satunya
peraturan yang dikeluarkan Presiden/Pemerintah yang dapat bersifat mandiri
dalam arti tidak untuk melaksanakan perintah Undang- Undang adalah berbentuk
Perppu yang dapat berlaku selama-lamanya 1 tahun. Untuk selanjutnya Perppu
tersebut harus diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR. Jika DPR menolak
menyetujui Perppu tersebut, maka menurut ketentuan Pasal 22 ayat (3) UUD 1945
Presiden harus mencabutnya kembali dengan tindakan pencabutan. Ketentuan
pencabutan ini agar lebih tegas, sebaiknya disempurnakan menjadi ’tidak berlaku
lagi demi hukum. Pembatasan jangka waktu dan persetujuan DPR mengandung
berbagai makna kewenangan membuat Perpu memberikan kekuasaan luar biasa kepada
Presiden.
Menurut Bagir
Manan, di sini tidak berlaku adagium “dicabut oleh peraturan perundang-undangan
yang sederajat atau lebih tinggi.” Perppu tidak dicabut dengan Perppu (serupa)
karena.[6] Perppu
yang mencabut harus memenuhi syarat hal ikhwal kegentingan yang memaksa.
Sedangkan Perppu yang ada perlu dicabut atau diubah bentuknya menjadi
undang-undang karena tidak ada lagi hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Perppu
yang dibuat harus juga diajukan ke DPR, yaitu Perppu tentang ppencabutan
Perppu. Hal ini tidak praktis. Untuk mengatasi kesulitan di atas, setiap Perppu
hendaknya dicabut dengan undang-undang. Jadi, apakah Perppu akan disetujui
menjadi undang-undang atau akan dicabut harus diajukan ke DPR dalam bentuk
Rancangan Undang-Undang dan diberi bentuk undang-undang.[7] Dengan
menggunakan kewenangan itu, Presiden secara sepihak dapat mencabut
undang-undang yang masih berlaku atau mengatur sesuatu hal yang seharusnya
ditetapkan dengan undang-undang. Mengingat bahwa, dalam instansi pertama, tidak
ada jabatan lain yang berwenang menguji apakah betul terdapat gejala darurat
atau tidak sehingga pengeluaran Perppu itu tergantung sepenuhnya kepada
penilaian subjektif Presiden. Artinya apabila kita melihat upaya penyelamatan
Mahkamah Konstitusi dengan menerbitkan Perpu sepenuhnya penilaian subjektif
presiden yang menganggap hal tersebut merupakan hal yang dianggap ikhwal dan
genting. Berdasarkan
dari dari pemikiran yang
telah diuraikan diatas, Penulis kemudian tertarik untuk mengkaji lebih jauh
mengenai permasalahan tersebut ke dalam sebuah penulisan tesis hukum yang
berjudul : EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)
DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian
di atas maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini dirumuskan
pada persoalan sebagai berikut :
- Bagaimana Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia?
- Bagaimana Prosedur Penolakan dan bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)?
D. TUJUAN
1. Tujuan Teoritik :
- Mengetahui dan mendapatkan gambaran yang tentang Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia, yang dijabarkan dalam sub isu antara lain Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia.
- Mengetahui tentang Prosedur Penolakan dan bentuk hukum yang dipergunakan untuk PencabutanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), yang dijabarkan dalam sub isu antara lain melui DPR RI atau menguji melalui Mahkamah Konstitusi.
2. Tujuan Praktik :
- Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan bagi para akademisi dan peneliti hukum juga bagi pengembangan hukum tata negara.
- Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum, Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara Republik Indonesia.
- Untuk dijadikan bahan masukan dan acuan bagi para praktisi dan pengusaha serta masyarakat luas yang menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan masalah ini.
E. METODE
- Tipe Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu suatu jenis penelitian hukum yang diperoleh dari studi
kepustakaan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan
perundang-undangan, literatur-literatur dan bahan-bahan referensi lainnya yang
berhubungan dengan Eksistensi dan Prospek
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum
Negara Republik Indonesia.
2. Pendekatan
2. Pendekatan
Penulis
akan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dalam penulisan tesis ini karena
ini adalah suatu penulisan yang didasari pada kekaburan norma disamping menginventarisasi norma oleh
sebab itu penulis memilih
menggunakan pendekatan
perundang-undangan selain itu penulis juga menggunakan pendekatan Konseptual (conceptual approach) untuk memperoleh kejelasan dan
pembenaran ilmiah mengenai Eksistensi dan Prospek Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum
Negara Republik Indonesia.
3. Langkah Penulisan
a. Pemilihan tema atau isu hukum, isu hukum dalam penulisan tesis ini adalah mengenai Eksistensi dan Prospek Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum
Negara Republik Indonesia. Penulis memilih isu hukum tersebut
karena permasalahan Prosedur Penolakan dan bentuk
hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perpu), yang
dijabarkan dalam sub isu antara lain melalui DPR RI atau menguji melalui
Mahkamah Konstitusi.
b. Penulis mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing berkenaan dengan
judul dan isu hukum.
c. Melakukan studi kepustakaan menggunakan metode sistematis.
4. Jenis Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam
penelitian ini ada 2 (dua) yaitu :
a. Bahan hukum primer yang terdiri dari :
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
Undangan.
b. Bahan
Hukum Sekunder
Literatur-literatur, jurnal hukum, hasil
penelitian dan artikel-artikel hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penulisan ini.
c. Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari :
- Kamus
Hukum
- Kamus
Bahasa Indonesia
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Dalam
penelitian ini peneliti mengolah dan menganalisis bahan hukum dengan langkah
berpikir sistematis, dimana bahan hukum primer dianalisis dengan langkah-langkah
normatif dan dilanjutkan dengan pembahasan secara deskriftif analitik, terhadap
bahan hukum sekunder dilakukan dengan penelaahan dengan mengacu terhadap pokok
bahasan permasalahan. Bahan hukum tersier dilakukan penelaahan dengan mengacu
kepada petunjuk yang mampu menjelaskan tentang istilah-istilah.
Bahan-bahan
hukum tersebut kemudian diolah dan dibahas dengan metode analisis isi (content analysis) yaitu menelaah peraturan
perundang-undangan dimaksud.
F. PERTANGGUNGJAWABAN SISTEMATIKA
Dalam penulisan
tesis ini, penulis membagi penelitian kedalam 4 (empat) bab, yang
mana setiap bab terdiri
dari sub-sub bab guna memberi
penjelasan yang sistematis dan efektif.
Pada Bab I
penulis memulainya dengan PENDAHULUAN, di dalam
pendahuluan terdapat latar belakang masalah mengapa penulis mengangkat judul tesis ini, rumusan
masalah guna membatasi permasalahan agar tidak melebar, tujuan penulisan yang
ingin di capai, metode yang penulis gunakan dalam meneliti di dalamnya terdapat
penjelasan menganai tipe penelitian, pendekatan, langkah penulisan, dan bahan hukum. Kemudian di sambung dengan
pertanggungjawaban sistematika.
Pada Bab II
penulis melakukan PEMBAHASAN I atau pembahasan untuk permasalahan
atau rumusan masalah yang
pertama yaitu Eksistensi dan
Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma
Hukum Negara Republik
Indonesia.
Untuk Bab III penulis melakukan PEMBAHASAN II atau pembahasan untuk permasalahan atau rumusan masalah yang ke dua yaitu Prosedur Penolakan dan bentuk
hukum yang dipergunakan untukPencabutan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).
Pada Bab IV
adalah PENUTUP yang di dalamnya terdapat kesimpulan dari penelitian tesis dan
untuk menyempurnakannya penulis memberikan saran.
G. RANCANGAN SUSUNAN BAB
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Pertanggung Jawaban Sistematika
F. Rancangan Susunan BAB
G. Bahan-bahan awal
BAB
II. EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN
PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK
INDOENSIA
A. Kedudukan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
B. Teori Perundang-undangan dalam sistem norma hukum negara Republik
Indonesia
BAB III PROSEDUR PENOLAKAN DAN BENTUK HUKUM
YANG DIPERGUNAKAN UNTUK PENCABUTAN PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)
A. Prosedur Penolakan dan Pencabutan Perpu
B. Political Review Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) upaya pembatalan Perpu.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR ISI
Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia,
Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 140.
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Pusat
studi Hukum FH UII kerjasama dengan Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm. 158-159.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat,
Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 282.
TUGAS METODE
PENELITIAN HUKUM (MPH)
PROPOSAL
EKSISTENSI DAN
PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM
NEGARA REPUBLIK INDOENSIA
MUHAMAD PAZRI
Nim. B2A113083
PROGRAM PASCA
SARJANA
PROGRAM MAGISTER
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
BANJARMASIN
2013
[1] Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia,
Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 140.
[2] Bagir Manan, Lembaga
Kepresidenan, Pusat studi Hukum FH UII kerjasama dengan Gama Media,
Yogyakarta, 1999, hlm. 158-159.
Sumber :
Pazrilawyer, Desember 2013, Contoh format metode penelitian hukum ;http://www.pazrilawyer.com/2013/12/contoh-format-metode-penelitian-hukum.html
, diakses pada tanggal 21 Februari 2016
[1]
Admin, 2 Maret 2013, Pengertian Metode Penelitian
menurut para ahli; http://www.cangcut.net/2013/03/pengertian-metode-penelitian-menuru.html , diakses pada 21 Februari 2016
[2]
Admin Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Metode Penelitian; http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pek_056789_chapter3.pdf, diakses pada 21 Februari 2016
[3]Admin
Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Metodologi Penelitian; http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/indrya/R%26D/MetodologiR%26D.pdf, diakses pada 21 Februari 2016
[4]Hero
Bali, Pengertian Metode Penelitian; https://www.academia.edu/6475118/Pengertian_metodologi_penelitian, diakses pada 21 Februari 2016
[5]Widi
Sudharta, Metode Penelitian Skripsi; http://widisudharta.weebly.com/metode-penelitian-skripsi.html
,diakses pada 21 Februari 2016
[6]Ali,
Juni 2015, Pengertian metode penelitian
jenis dan contohnya ; http://www.pengertianpakar.com/2015/06/pengertian-metode-penelitian-jenis-dan.html#_
,diakses pada 21 Februari 2016
[7]Dedi
Kurniawan, 24 Juli 2013, Pengertian dan
definisi metode, penelitian dan metode penelitian ; https://dedikurniawanstmikpringsewu.wordpress.com/2013/07/24/pengertian-dan-definisi-metode-penelitian-dan-metode-penelitian/ ,diakses pada 21 Februari 2016
[9]
Muhammad Fikri, September 2014 , Metode
Penelitian Hukum ; http://fikripodungge.blogspot.co.id/2014/09/metode-penelitian-hukum.html
, diakses pada 21 Februari 2016
[10]
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
cet III, (Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Jakarta, 2007) , Hal. 43.
[11]
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta
: Kencana , 2005), hal 29.