Rabu, 24 Februari 2016

METODE PENELITIAN HUKUM



Berikut pengertian metode penelitian menurut beberapa ahli :

  1.   Menurut Sugiyono menjelaskan bahwa metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.[1]
  2. Metode penelitian adalah bagaimana secara berurut suatu penelitian dilakukan yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan (Moh.Nazir, 2005:44)[2]
  3.  Menurut Baker (Nyoman, 2010 :41) metodologi penelitian adalah cara – cara yang mengatur prosedur penelitian ilmiah pada umumnya, sekaligus pelaksanaannya terhadap masing – masing ilmu secara khusus. [3]
  4. Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakanoleh pelaku suatu disiplin ilmu.’[4]
  5. Arikunto (2002:136) “ Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya .”[5]
  6. Metode Penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan dilaksanakan.[6]
  7. Nasir (1988;51) Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan .[7]
  8. Winarno (1994) Metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan teknik yang teliti dan sistematik.
  9. Muhiddin Sirat (2006) Metode penelitian adalah salah satu cara memilih masalah dan penentuan judul penelitian.
  10. Hadari Nawawi, Pengertian Metode Penelitian adalah ilmu yang membincangkan metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan.[8]
  11. Menurut Sutrisno Hadi, Pengertian Metode Penelitian ialah pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah untuk suatu penelitian.

  • èMenurut saya metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun cara mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah.

Berikut definisi penelitian hukum :

  1. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2011 : 35), penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi.[9]
  2. Menurut Soerjono Soekanto , penelitian hukum ialah suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang mempunyai tujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu. [10]
  3. Menurut Morris L. Cohen , Legal Research is the process of finding the law that governs activities in human society (Penelitian hukum ialah suatu proses untuk mencari hukum yang mengatur kegiatan di masyarakat). Kemudian Cohen juga menyatakan bahwa “ It involves locating both the rules which are enforced by the states and commentaries which explain or analyze these rules( Termasuk mencari keduanya, peraturan yang dipaksakan oleh negara dan komentar yang menjelaskan atau menganalisis peraturan tersebut). [11]
  4. Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati menambahkan penelitian hukum juga menyentuh segi konseptual dari lapisan teori hukum, meliputi pengertian – pengertian umum (Algemene begrippen) secara konseptual yang mempunyai sifat normatis- empiris. Begitu pula aspek tenik yuridis dari segi dogmatik hukum penekanannya pada konsep technisch juridisch begrippen yang bersifat normatif.
  5. Arief Sidharta menjelaskan bahwa penelitian tentang ajaran hukum mencakup analisis pengertian hukum, pengertian – pengertian dalam aturan perundang – undangan meliputi konsep – konsep dalam hukum dan asas- asasnya .
  6. Menurut SOETANDYO WIGNYOSOEBROTO, penelitian hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer)  dan/atau jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang cermat, berkererandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada.
  7. Menurut T. M. RADHIE, penelitian dalam ilmu hukum adalah keseluruhan aktivitas berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisis dan menginterpretasi fakta serta hubungan di lapangan hukum dan di lapangan lain-lain yang relevan bagi kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapat dikembangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah unutuk menanggapi berbagai fakta dan hubungan tersebut.[12]


  • è Menurut saya Penelitian Hukum adalah suatu penelitian yang mempunyai obyek hukum, baik hukum sebagai suatu ilmu atau aturan-aturan yang sifatnya dogmatis maupun hukum yang berkaitan dengan perilaku dan kehidupan masyarakat.

Jenis – jenis penelitian hukum
Ditinjau dari disiplin hukum yang mempunyai ruang lingkup yang begitu luas , seorang peneliti dapat memilih jenis penelitian sebagai berikut :

  1. Penelitian normatif
Pada hakekatnya merupakan kegiatan sehari – hari seorang sarjana hukum. Bahkan, penelitian hukum normatif hanya mampu dilakukan oleh seorang sarjana hukum yang sengaja dididik untuk memahami dan menguasai disiplin hukum. Kegunaan dari metode penelitian hukum normatif adalah :
a.       Untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah tertentu
b.      Untuk dapat menyusun dokumen – dokumen hukum
c.       Untuk menulis makalah atau ceramah maupun buku hukum
d.      Untuk menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah dan bagaimanakah hukumnya mengenai suatu peristiwa atau masalah tertentu
e.       Untuk melakukan penelitian dasar dibidang hukum
f.       Untuk menyusun rancangan undang – undang atau peraturan perundang – undangan baru
g.      Untuk menyusun rencana pembangunan hukum
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian normatif filakukan terhadap hal – hal sebagai berikut:

  1. Penelitian menarik asas hukum, dimana dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis
  2.    Penelitian sistematik hukum, dimana dilakukan terhadap pengertian dasar sistematik hukum yang meliputi subyek hukum, hak dan kewajiban , peristiwa hukum, hubungan hukum, maupun obyek hukum
  3. Penelitian taraf sinkronisasi peraturan perundang – undangan yang dilakukan dengan dua cara yaitu :                                                                                                                                                                                                                                                                                               - Secara vertikal, disini yang dianalisa adalah peraturan perundang – undangan yang derajatnya berbeda yang mengatur bidang yang sama .                                                                                   - Secara horizontal, dimana yang dianalisa adalah peraturan perundang – undangan yang sama derajat dan mengatur bidang yang sama
  4. Penelitian perbandingan hukum, dimana dilakukan terhadap berbagai sistem hukum yang berlaku di masyarakat
  5. Penelitian sejarah hukum, dimana dilakukan dengan menganalisa peristiwa hukum secara kronologis dan melihat hubungannya dengan gejala sosial yang ada.                                                2.    Penelitian empiris (socio-legal)
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
a.       Identifikasi hukum tidak tertulis , dalam hal ini ruang lingkup penelitian ini adalah norma hukum adat yang berlaku dalam masyarakat dan norma hukum yang tidak tertulis lainnya.
b.      Efektivitas hukum, merupakan kajian penelitian yang meliputi pengetahuan masyarakat, kesadaran masyarakat dan penerapan hukum dalam masyarakat.
Perbedaan kajian hukum normatif dengan kajian empiris antara lain dapat dilihat dari ciri – ciri berikut: 

  1.  Kajian empiris membatasi diri pada kegiatan pemaparan ilmiah- positif , analisis, perumusan hipotesis dan pembentukan teori secara objektif . sedangkan kajian hukum normatif mengambil sikap kritis-normatif bertolak dari wawasan atas keberadaan manusia dalam masyarakat serta melancarkan kritik terhadap praktek hukum maupun dogma
  2.   Kegiatan kajian empiris membuahkan hasil kajian deskriptif. Sedangkan disiplin kajian hukum normatif membuahkan hasil kajian preskriptif yaitu merumuskan dan mengajukan pedoman – pedoman dan kaidah – kaidah yang harus di[atuhi oleh praktek hukum dan dogmatik hukum, dan bersifat kritis.
  3. Pada kajian empiris dalam melihat hubungan antara peneliti dengan objek yang diteliti dipergunakan konstruksi relasi subjek – objek , dan kajian ini mengklaim dapat mencapai hasil kajian yang objektif. Kajian ini dilandasi perspektif eksternal, sehingga si peneliti bersikap sebagai pengamat / penonton. Sebaliknya kajian hukum normatif dilandasi pandangan relasi subjek – subjek , sehingga hasil kajiannya bersifat intersubyektif. Kajian ini dilandasi perspektif internal, sehingga si peneliti bersikap sebagai partisan / pengamat terlibat, dan hasilnya ialah pengetahuan yang inter-subyektif.
  4.   Kajian empiris dilandasi teori kebenaran korespondensi, sedangkan kajian hukum normatif dilandasi teori pragmatik.
Penelitian hukum ini akan mempergunakan jenis penelitian hukum normatif. Jadi penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif.

Contoh  makalah metode penelitian hukum
A.                JUDUL  :  EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA

B. LATAR BELAKANG                                    
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang dibuat oleh Presiden (dengan bantuan Menteri, Pemerintah, tanpa DPR). Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945  menyatakan: “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”. Oleh karena perdebatan dalam DPR memakan waktu yang lama dan dengan demikian tidak dapat dijalankan suatu Pemerintahan yang efisien maka untuk mengatur selekas-lekasnya suatu keadaan yang genting, yang darurat, Presiden diberi kuasa (wewenang) membuat sendiri yaitu tanpa kerjasama dengan DPR suatu peraturan bertingkatan undang-undang. Perpu lahir dikala negara, khususnya Indonesia mengalami hal ikhwal kegentingan yang memaksa. mengalami hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini juga menjadi salah satu pembahasan dalam Hukum Tata Negara, yaitu mengenai Hukum Tata Negara Darurat. Hukum Tata Negara Darurat ialah: Rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam ke dalam kehidupan kehidupan biasa atau normal.
Wewenang Presiden menetapkan Perpu adalah kewenangan yang luar biasa di bidang perundang-undangan, sedangkan wewenang ikut membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden adalah wewenang biasa. Dalam praktik sistem perundang-undangan yang berlaku, Perpu merupakan jenis peraturan perundang-undangan tersendiri. Secara praktis penggunaan sebagai nama tersendiri dimaksudkan untuk membedakan dengan PP yang bukan sebagai pengganti undang-undang atau PP. Menurut UUD 1945, Perpu adalah PP yang ditetapkan dalam “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.
Pada  saat lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, pengaturan mengenai perpu terdapat pada Pasal 7 ayat 1 dengan urutan yang itu dari  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah. Konsep Perpu sebagai suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat sementara tidak berlaku adagium untuk “menggantikan perpu tersebut atau untuk menghapus perpu tersebut”, tetapi hanya adagium “dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi”. Perpu tidak dapat dicabut dengan Perpu serupa karena Perpu yang mencabut harus memenuhi syarat hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Sedangkan perpu yang ada perlu dicabut atau diubah bentuknya menjadi undang-undang karena tidak ada lagi hal ihkwal kegentingan yang memaksa. Perpu yang dicabut harus juga diajukan ke DPR, yaitu Perpu tentang pencabutan Perpu tersebut.
Undang- Undang Dasar Negara Republok Indonesia Tahun 1945 di dalam Pasal 22 menegaskan, “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah harus dicabut.” Ketentuan dalam Pasal 22 tersebut mengisyaratkan apabila keadaannya lebih genting dan amat terpaksa dan memaksa, tanpa menunggu adanya syarat-syarat yang ditentukan lebih dahulu oleh dan dalam suatu undang-undang, serta bagaimana akibat-akibat yang tidak sempat ditunggu dan ditetapkan dalam suatu undang-undang, Presiden berhak menetapkan Perppu sekaligus menyatakan suatu keadaan bahaya dan darurat.[1]
Unsur “kegentingan yang memaksa” harus menunjukkan dua ciri umum, yaitu: (1) Ada krisis (crisis), dan (2) Kemendesakan (emergency). Suatu keadaan krisis apabila terdapat gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and sudden disturbunse). Kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Atau telah ada tanda-tanda permulaan yang nyata dan menurut nalar yang wajar (reasonableness) apabila tidak diatur segera akan menimbulkan gangguan baik bagi masyarakat maupun terhadap jalannya pemerintahan.[2]
Menurut Jimly Asshiddiqie, syarat materiil untuk penetapan Perppu itu ada tiga, yaitu:[3] Ada kebutuhan yang mendesak untuk bertindak atau reasonable necessity; Waktu yang tersedia terbatas (limited time) atau terdapat kegentingan waktu; dan Tidak tersedia alternatif lain atau menurut penalaran yang wajar (beyond reasonable doubt) alternatif lain diperkirakan tidak akan dapat mengatasi keadaan, sehingga penetapan Perppu merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi keadaan tersebut.
Hal ikhwal keadaan yang memaksa itu tidak selalu membahayakan. Segala sesuatu yang “membahayakan” tentu selalu bersifat “kegentingan yang memaksa,” tetapi segala hal ikhwal kegentingan yang memaksa tidak selalu membahayakan. Oleh karena itu, dalam keadaan bahaya menurut Pasal 12, Presiden dapat menetapkan Perpu kapan saja diperlukan, tetapi, penetapan Perpu oleh Presiden tidak selalu harus berarti ada keadaan bahaya lebih dulu. Artinya, dalam kondisi negara dalam keadaan normal pun, apabila memang memenuhi syarat, Presiden dapat saja menetapkan suatu Perpu.[4]
Perkataan “kegentingan yang memaksa” dapat dikatakan berkaitan dengan kendala ketersediaan waktu yang sangat terbatas untuk menetapkan suatu undang-undang yang dibutuhkan mendesak sehingga sebagai jalan keluarnya Presiden diberikan hak dan fasilitas konstitusional untuk menetapkan Perppu untuksementara waktu. Hal ikhwal kegentingan yang memaksa ini hanya mengutamakan unsure kebutuhan hukum yang bersifat mendesak (proporsional legal necessity), sementara waktu yang tersedia sangat terbatas (limited time) dan tidak memungkinkan untuk ditetapkannya undang-undang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hukum itu. Sementara itu, soal ancamannya terhadap keselamatan jiwa, raga, kekayaan, ataupun lingkungan hidup tidak dipersoalkan.[5]
Pada hakekatnya Perppu sama dan sederajat dengan Undang-Undang, hanya syarat pembentukannya yang berbeda. Oleh karena itu, penegasan dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan bahwa materi muatan Perppu sama dengan materi muatan Undang-Undang. Menurut Jimly Asshiddiqie, sebagai konsekuensi telah bergesernya kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden ke DPR berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) baru juncto Pasal 5 ayat (1) baru UUD 1945, maka kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif makin dipertegas. Oleh karena itu, semua peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden haruslah mengacu kepada Undang-Undang dan UUD, dan tidak boleh lagi bersifat mandiri seperti Keputusan Presiden di masa lalu. Satu-satunya peraturan yang dikeluarkan Presiden/Pemerintah yang dapat bersifat mandiri dalam arti tidak untuk melaksanakan perintah Undang- Undang adalah berbentuk Perppu yang dapat berlaku selama-lamanya 1 tahun. Untuk selanjutnya Perppu tersebut harus diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR. Jika DPR menolak menyetujui Perppu tersebut, maka menurut ketentuan Pasal 22 ayat (3) UUD 1945 Presiden harus mencabutnya kembali dengan tindakan pencabutan. Ketentuan pencabutan ini agar lebih tegas, sebaiknya disempurnakan menjadi ’tidak berlaku lagi demi hukum. Pembatasan jangka waktu dan persetujuan DPR mengandung berbagai makna kewenangan membuat Perpu memberikan kekuasaan luar biasa kepada Presiden.
Menurut Bagir Manan, di sini tidak berlaku adagium “dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.” Perppu tidak dicabut dengan Perppu (serupa) karena.[6] Perppu yang mencabut harus memenuhi syarat hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Sedangkan Perppu yang ada perlu dicabut atau diubah bentuknya menjadi undang-undang karena tidak ada lagi hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Perppu yang dibuat harus juga diajukan ke DPR, yaitu Perppu tentang ppencabutan Perppu. Hal ini tidak praktis. Untuk mengatasi kesulitan di atas, setiap Perppu hendaknya dicabut dengan undang-undang. Jadi, apakah Perppu akan disetujui menjadi undang-undang atau akan dicabut harus diajukan ke DPR dalam bentuk Rancangan Undang-Undang dan diberi bentuk undang-undang.[7] Dengan menggunakan kewenangan itu, Presiden secara sepihak dapat mencabut undang-undang yang masih berlaku atau mengatur sesuatu hal yang seharusnya ditetapkan dengan undang-undang. Mengingat bahwa, dalam instansi pertama, tidak ada jabatan lain yang berwenang menguji apakah betul terdapat gejala darurat atau tidak sehingga pengeluaran Perppu itu tergantung sepenuhnya kepada penilaian subjektif Presiden. Artinya apabila kita melihat upaya penyelamatan Mahkamah Konstitusi dengan menerbitkan Perpu sepenuhnya penilaian subjektif presiden yang menganggap hal tersebut merupakan hal yang dianggap ikhwal dan genting.  Berdasarkan dari  dari pemikiran yang telah diuraikan diatas, Penulis kemudian tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai permasalahan tersebut ke dalam sebuah penulisan tesis hukum yang berjudul : EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA.

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini dirumuskan pada persoalan sebagai berikut :

  1. Bagaimana Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia?
  2.   Bagaimana Prosedur Penolakan dan  bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)?
     D. TUJUAN
1. Tujuan Teoritik :


2. Tujuan Praktik :

  •  Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan bagi para akademisi dan peneliti hukum juga bagi pengembangan hukum tata negara.
  • Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum, Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.
  •  Untuk dijadikan bahan masukan dan acuan bagi para praktisi dan pengusaha serta masyarakat luas yang menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan masalah ini.
     
     E. METODE

  1.       Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu jenis penelitian hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan perundang-undangan, literatur-literatur dan bahan-bahan referensi lainnya yang berhubungan dengan Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.
2. Pendekatan
Penulis akan   menggunakan   pendekatan  perundang-undangan  (statute aproach)  dalam   penulisan  tesis ini karena ini adalah suatu penulisan yang   didasari   pada kekaburan norma  disamping menginventarisasi norma oleh sebab itu penulis   memilih menggunakan  pendekatan perundang-undangan selain itu penulis juga menggunakan pendekatan   Konseptual (conceptual approach)  untuk   memperoleh kejelasan dan pembenaran  ilmiah    mengenai   Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.

            3.     Langkah Penulisan
a.       Pemilihan tema atau isu hukum, isu hukum dalam  penulisan tesis ini adalah mengenai Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia. Penulis memilih isu hukum tersebut karena permasalahan   Prosedur Penolakan dan  bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), yang dijabarkan dalam sub isu antara lain melalui DPR RI atau menguji melalui Mahkamah Konstitusi.
b.      Penulis mengkonsultasikan   dengan  dosen pembimbing berkenaan dengan judul dan isu hukum.
c.       Melakukan studi kepustakaan menggunakan metode sistematis.
4.      Jenis Bahan Hukum
Bahan   hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu :
a.       Bahan hukum primer yang terdiri dari :
2.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
3.      Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.
 b. Bahan Hukum Sekunder
Literatur-literatur, jurnal hukum, hasil penelitian dan artikel-artikel hukum yang berkaitan  dengan pokok permasalahan dalam penulisan ini.
c. Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari :
- Kamus Hukum
- Kamus Bahasa Indonesia
5.  Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini peneliti mengolah dan menganalisis bahan hukum dengan langkah berpikir sistematis, dimana bahan hukum primer dianalisis dengan langkah-langkah normatif dan dilanjutkan dengan pembahasan secara deskriftif analitik, terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan penelaahan dengan mengacu terhadap pokok bahasan permasalahan. Bahan hukum tersier dilakukan penelaahan dengan mengacu kepada petunjuk yang mampu menjelaskan tentang istilah-istilah.
Bahan-bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dibahas dengan metode analisis isi (content analysis) yaitu menelaah peraturan perundang-undangan dimaksud.
 F.     PERTANGGUNGJAWABAN SISTEMATIKA
Dalam penulisan tesis ini,  penulis   membagi  penelitian kedalam 4 (empat) bab, yang mana setiap  bab terdiri dari sub-sub bab guna  memberi penjelasan  yang  sistematis  dan  efektif.
Pada Bab I penulis  memulainya  dengan  PENDAHULUAN, di dalam pendahuluan  terdapat  latar belakang  masalah  mengapa  penulis  mengangkat judul tesis ini, rumusan masalah guna membatasi permasalahan agar tidak melebar, tujuan penulisan yang ingin di capai, metode yang penulis gunakan dalam meneliti di dalamnya terdapat penjelasan menganai tipe penelitian, pendekatan, langkah penulisan, dan  bahan hukum.  Kemudian  di sambung dengan pertanggungjawaban  sistematika.
Pada Bab II penulis  melakukan  PEMBAHASAN   atau pembahasan untuk permasalahan atau rumusan masalah  yang pertama yaitu Eksistensi dan Prospek Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Norma Hukum Negara  Republik Indonesia.
Untuk Bab III  penulis   melakukan  PEMBAHASAN  II  atau   pembahasan untuk permasalahan  atau rumusan  masalah  yang  ke dua yaitu Prosedur Penolakan dan  bentuk hukum yang dipergunakan untukPencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).
Pada Bab IV adalah  PENUTUP   yang di  dalamnya  terdapat    kesimpulan dari penelitian tesis dan untuk  menyempurnakannya  penulis memberikan saran.

G. RANCANGAN SUSUNAN BAB

BAB I                         PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Perumusan Masalah
C.     Tujuan Penelitian
D.    Metode Penelitian
E.     Pertanggung Jawaban Sistematika
F.      Rancangan Susunan BAB
G.    Bahan-bahan awal
BAB II.            EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA
A.    Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
B.     Teori Perundang-undangan dalam sistem norma hukum negara Republik Indonesia
BAB III            PROSEDUR PENOLAKAN DAN BENTUK HUKUM YANG DIPERGUNAKAN UNTUK PENCABUTAN PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)
A.    Prosedur Penolakan  dan Pencabutan Perpu
B.     Political Review Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) upaya pembatalan Perpu.
BAB IV          PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR ISI
Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia, Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 140.
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Pusat studi Hukum FH UII kerjasama dengan Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm. 158-159.

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 282.
TUGAS METODE PENELITIAN HUKUM (MPH)
PROPOSAL


EKSISTENSI DAN PROSPEK PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM NORMA HUKUM NEGARA REPUBLIK INDOENSIA



MUHAMAD PAZRI
Nim. B2A113083



PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2013


[1] Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia, Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 140.
[2] Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Pusat studi Hukum FH UII kerjasama dengan Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm. 158-159.
[3] Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 282.
[4] Ibid., hlm. 207
[5] Ibid., hlm. 309.
[6] Bagir Manan, Lembaga…, op.Cit., hlm. 162-163.
[7] Ibid

Sumber :
Pazrilawyer, Desember 2013, Contoh format metode penelitian hukum ;http://www.pazrilawyer.com/2013/12/contoh-format-metode-penelitian-hukum.html , diakses pada tanggal 21 Februari 2016




[1] Admin, 2 Maret 2013, Pengertian Metode Penelitian menurut para ahli; http://www.cangcut.net/2013/03/pengertian-metode-penelitian-menuru.html , diakses pada 21 Februari 2016
[2] Admin Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Metode Penelitian; http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pek_056789_chapter3.pdf, diakses pada 21 Februari 2016
[3]Admin Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Metodologi Penelitian; http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/indrya/R%26D/MetodologiR%26D.pdf, diakses pada 21 Februari 2016
[4]Hero Bali, Pengertian Metode Penelitian; https://www.academia.edu/6475118/Pengertian_metodologi_penelitian, diakses pada 21 Februari 2016
[5]Widi Sudharta, Metode Penelitian Skripsi; http://widisudharta.weebly.com/metode-penelitian-skripsi.html ,diakses pada 21 Februari 2016
[6]Ali, Juni 2015, Pengertian metode penelitian jenis dan contohnya ;  http://www.pengertianpakar.com/2015/06/pengertian-metode-penelitian-jenis-dan.html#_
,diakses pada 21 Februari 2016
[7]Dedi Kurniawan, 24 Juli 2013, Pengertian dan definisi metode, penelitian dan metode penelitian ;   https://dedikurniawanstmikpringsewu.wordpress.com/2013/07/24/pengertian-dan-definisi-metode-penelitian-dan-metode-penelitian/ ,diakses pada 21 Februari 2016

[8]  Moh. Pabundu Tika, Metode Penelitian Geografi, (Jakarta : PT Bumi Aksara , 2005 )

[9] Muhammad Fikri, September 2014 , Metode Penelitian Hukum ; http://fikripodungge.blogspot.co.id/2014/09/metode-penelitian-hukum.html , diakses pada 21 Februari 2016
[10] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet III, (Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Jakarta, 2007) , Hal. 43.
[11] Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana , 2005), hal 29.
[12] Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika , 2011)