Rabu, 13 Mei 2015

Pengaturan tentang pengangkutan dalam KUHD

Materi tentang pengangkutan yang diatur dalam KUHD

Bagian 3
Pengangkut Dan Juragan Kapal Melalui Sungai-sungai Dan Perairan Pedalaman

Pasal 91
Para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima untuk diangkut, kecuali hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri, atau oleh keadaan di luar kekuasaan mereka atau oleh kesalahan atau kelalaian pengirim atau ekspeditur sendiri. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1246, 1367, 1617; KUHD 87 dst., 93, 95, 98, 342 dst., 533,
693.)

Pasal 92
Pengangkut atau juragan kapal tidak bertanggung jawab atas kelambatan pengangkutan, bila hal itu disebabkan oleh keadaan yang memaksa. (KUHPerd.1245; KUHD 87.)

Pasal 93
Setelah pembayaran upah pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah diangkut atas dasar pesanan diterima, maka gugurlah segala hak untuk menuntut kerugian kepada pengangkut atau juragan kapal dalam hal kerusakan atau kekurangan, bila
cacatnya waktu itu dapat dilihat dari luar.

Jika kerusakan atau kekurangannya tidak dapat dilihat dari luar, dapat dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan setelah barang-barang itu diterima, tanpa membedakan sudah atau belum dibayar upah pengangkutan, asalkan pemeriksaan itu diminta dalam waktu dua kali dua puluh empat jam setelah penerimaan, dan ternyata barang-barang itu masih dalam wujud yang semula. (KUHD 485 dst., 746,753.)

Pasal 94
(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Bila terjadi penolakan penerimaan barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, atau timbul perselisihan tentang hal itu, ketua Raad van Justitie, atau bila tidak ada, hakim karesidenan atau jika Ia tidak ada, terhalang atau tidak di tempat, maka kepala pemerintahan setempat memerintahkan, atas surat pemohonan sederhana untuk diambil tindakan-tindakan seperlunya guna pemeriksaan barang-barang itu oleh ahli-ahli, setelah pihak lainnya, bila Ia berada di tempat itu juga, didengar, dan dengan demikian pula dapat memerintahkan juga untuk menyimpannya secara memuaskan, agar dari itu dapat dibayarkan upah pengangkutan dan biaya-biaya lainnya kepada pengangkut dan juragan kapal.

Raad van justitie atau Hakim Karesidenan atau Kepala Daerah setempat berwenang dengan cara seperti ditentukan di atas untuk memberi kuasa menual di depan umum barang-barang yang mudah rusak atau sebagian dari barang-barang itu untuk memenuhi pembayaran upah pengangkutan dan biaya lain. (KUHD 81, 493 dst.)

Pasal 95
Semua hak-menuntut terhadap ekspeditur, pengangkut atau juragan kapal berdasarkan kehilangan barang-barang seluruhnya, kelambatan penyerahan, dan kerusakan pada barangbarang dagangan atau barang-barang, kedaluwarsanya pengiriman yang dilakukan dalam wilayah Indonesia, selama satu tahun dan selama dua tahun dalam hal pengiriman dari
Indonesia ke tempat-tempat lain, bila dalam hal hilangnya barang-barang, terhitung dari
hari waktu seharusnya pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barangnya selesai, dan dalam hal kerusakan dan kelambatan penyampaian, terhitung dari hari waktu barang-barang itu seharusnya akan sampai di tempat tujuan. Kedaluwarsa ini tidak berlaku dalam hal adanya penipuan atau ketidakjujuran. (KUHPerd. 1967; KUHD 86 dst., 91, 93.)

Pasal 96
Dengan tidak mengurangi hal-hal yang mungkin diatur dalam peraturan khusus, maka ketentuan-ketentuan bagian ini berlaku pula terhadap para pengusaha kendaraan umum di
darat dan di air. Mereka berkewajiban menyelenggarakan registrasi untuk barang-barang yang diterimanya.
Bila barang-barang itu terdiri dari uang, emas, perak, permata, mutiara, batu-batu mulia, efek-efek, kupon-kupon atau surat-surat berharga lain yang semacam itu, maka pengirim berkewajiban untuk memberitahukan nilai barang-barang itu, dan Ia dapat menuntut pencatatan hal itu dalam register tersebut.
Bila pemberitahuan itu tidak terjadi, maka dalam hal terjadinya kehilangan atau kerusakan,
pembuktian tentang nilainya hanya diperbolehkan menurut ujud lahirnya saja.
Bila pemberitahuan nilai itu ada, maka hal itu dapat dibuktikan dengan segala alat bukti menurut hukum, dan malahan hakim berwenang untuk mempercayai sepenuhnya pemberitahuan pengirim setelah diperkuat dengan sumpah, dan menaksir serta menetapkan
ganti rugi berdasarkan pemberitahuan itu. (KUHD 86, 91 dst., S. 1823-3.)

Pasal 97
Pelayaran-bergilir dan semua perusahaan pengangkutan lainnya tetap tunduk kepada peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang ada dalam bidang ini, selama hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam bab ini.

Pasal 98
Ketentuan-ketentuan bab ini tidak berlaku terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pembeli dan penjual. (KUHPerd. 1457 dst., 1473 dst., 1513.) 99. Dihapus dg. S. 1938-276,

Pasal 99
Dihapuskan.

BAB VA
PENGANGKUTAN BARANG-BARANG
sub 1
Ketentuan-ketentuan Umum.

Pasal 466
Pengangkut dalam pengertian bab ini ialah orang yang mengikat diri, baik dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain, untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang seluruhnya atau sebagian melalui laut. (KUHD 86,
453, 520g, 521, 533.)

Pasal 467
Pengangkut dalam batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat pengangkutannya, kecuali bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu. (KUHPerd. 1374; KUHD 5179.)

Pasal 468
Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu. (KUHPerd. 1239, 1243 dst., 1367, 1613, 1706; KUHD 86 dst., 89, 91, 249, 342, 359, 371, 452, 469 dst., 472 dst., 475,477, 479, 483, 487, 517c, p, x, 518n, 519u, 522 dst., 533, 707, 741-1 nomor 31, 746.)

Pasal 469
Terhadap pencurian dan hilangnya emas, perak, batu mulia dan barang berharga lainnya, uang dan surat-surat berharga, dan juga terhadap kerusakan barang-barang berharga yang mudah menjadi rusak, pengangkut hanya bertanggung jawab bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barang itu sebelum atau pada waktu ia menerimanya. (KUHD 96, 468, 470, 517c.)

Pasal 470
Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau bertanggung jawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal. Namun pengangkut berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan bertanggung jawab untuk tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-. Pengangkut di samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian, bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara keliru. (AB. 23; KUHD 359 dst., 362, 469, 470a, 471, 476, 493, 517b, c, 524, 527; S. 1927.- 261 pasal 35; S. 1927-262 pasal 27.)

Pasal 470a
Persyaratan untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutan yang diperjanjikan telah cukup diusahakan, bila ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau tatanannya.
Dari hal ini tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB. 23; KUHD 359 dst., 459, 471, 517c, 524a.)

Pasal 471
Persyaratan untuk membatasi tanggung jawab pengangkut tidak membebaskannya dari tanggung jawab, bila dibuktikan, bahwa ada kesalahan atau kelalaian padanya sendiri atau pada orang-orang yang dipekerjakannya, kecuali bila tanggung jawab untuk itu pun ditiadakan dengan tegas. (KUHPerd. 13651367; KUHD 321, 342, 468', 470a, 517c, 700.)

Pasal 472
Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena tidak menyerahkan seluruhnya atau sebagian dari barang-barang, dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama di tempat tujuan, pada waktu barang itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan apa yang dihemat untuk bea, biaya dan biaya angkutan karena tidak adanya penyerahan.
Bila muatan selebihnya dengan ketentuan tujuan yang sama, sebagai akibat suatu sebab untuk hal mana pengangkut tidak bertanggung jawab, tidak mencapai tujuannya, maka ganti ruginya dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama di tempat dan pada waktu barang itu didatangkan. (KUHPerd. 1246 dst.; KUHD 366, 473, 476, 517c.)

Pasal 473
Dalam hal adanya kerusakan, maka harus diganti jumlah uang yang diperoleh dengan mengurangi nilai yang dimaksud dalam pasal 472 dengan nilai barang yang rusak, dan selisih
ini dikurangi dengan apa yang dihemat untuk bea, biaya dan biaya angkutan karena adanya kerusakan.(KUHD 476, 483, 517c.)

Pasal 474
Bila pengangkut adalah pengusaha kapal, maka tanggung jawab atas kerusakan yang diderita barang yang diangkut dengan kapal, terbatas sampai jumlah f. 50,- setiap meter kubik isi bersih kapalnya, sepanjang mengenai kapal yang digerakkan secara mekanis, ditambah dengan apa yang untuk menentukan isinya dikurangkan dari isi kotor untuk ruangan yang
ditempati oleh tenaga penggerak. (KUHD 320 dst., 468, 470, 475 dst., 517c, 525, 541; Rv. 316a-r.)

Pasal 475
Bila pengangkut bukan pengusaha kapal, kewajiban untuk ganti rugi menurut pasal 468 yang mengenai pengangkutan melalui laut, terbatas sampai jumlah yang dalam urusan kerusakan yang diderita, berdasarkan ketentuan pasal yang lalu, dapat ditagih pada pengusaha kapal. Dalam hal adanya perselisihan, maka pengangkut harus menunjukkan sampai seberapa batas pertanggungjawabannya. (KUHD 470, 474, 476, 517c, 526; Rv. 316r.)

Pasal 476
Dengan menyimpang dari ketentuan pasal-pasal 472-475, maka dapat dituntut ganti rugi penuh, bila kerusakan itu disebabkan oleh kesengajaan atau kesalahan besar pengangkut sendiri. Persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KURD 470, 517c, 524, 527, 541.)

Pasal 477
Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa keterlambatan itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 92, 342 dst., 367 dst., 370, 468, 517c, o, 528, 741-1 nomor 30.)

Pasal 478
Pengangkut mempunyai hak atas ganti rugi yang diderita karena tidak diserahkan kepadanya
sebagaimana mestinya surat-surat yang menjadi syarat untuk mengangkut barang itu. Ia bertanggung jawab untuk mematuhi undang-undang dan peraturan pemerintah mengenai barang itu, bila surat-surat dan pemberitahuan yang diberikan kepadanya memungkinkannya untuk itu. (KUHD 347, 454, 504, 517c, 528, 741; S. 1927-34 pasal 117 dst.)

Pasal 479
Pengangkut mempunyai hak atas penggantian kerugian yang dideritanya akibat diberikan kepadanya pemberitahuan yang tidak betul atau tidak lengkap mengenai waktu dan sifatsifat barang, kecuali bila ia telah mengenal atau seharusnya mengenal watak dan sifat-sifat itu. Pengangkut setiap waktu dapat melepaskan dirinya dari barang-barang yang menimbulkan bahaya bagi muatan atau kapalnya, juga dengan cara menghancurkannya tanpa diharuskan mengganti kerugian karena hal itu. Hal ini berlaku jika terhadap barang-barang yang dianggap sebagai barang selundupan, bila kepada pengangkut diberikan pemberitahuan yang tidak betul dan tidak lengkap mengenai barang-barang itu. (KUHPerd. 1246 dst.; KUHD 357, 372, 468, 504, 617c, 741; S. 1927-34 pasal 117 dst.)

Pasal 480
Bila kapal karena keadaan setempat tidak mencapai atau tidak dapat mencapai tempat tujuannya dalam waktu yang layak, pengangkut wajib berusaha atas biayanya mengantarkan barang-barang ke tempat tujuannya dengan tongkang atau dengan jalan lain.
Bila diperjanjikan, bahwa kapal tidak perlu pergi lebih jauh dari tempat yang dapat sampai dan berlabuh lancar dan aman, maka pengangkut berwenang untuk menyerahkan barangbarang itu di tempat terdekat pada tempat tujuannya yang memenuhi syarat ini, kecuali bila halangan itu hanya bersifat sementara, sehingga hal itu hanya akan menyebabkan kelambatan sedikit. (KUHD 517c, 529, 702;S. 1920-274.)

Pasal 481
Bila pada suatu tempat ditempatkan pegawai yang diangkat oleh pemerintah setempat, yang ditugaskan untuk mengawasi penghitungan, pengukuran atau penimbangan barang-barang yang harus diserahkan, maka atas perintah pengakut atau penerima pada waktu penerimaan,
penghitungan, pengukuran atau pertimbangannya, dapat dilakukan atau diawasi oleh pegawai tersebut. Hasil penghitungan, pengukuran atau penimbangan yang d;lakukan atau diawasi oleh pegawai tersebut untuk pihak-pihak itu adalah mengikat, kecuali bila dibuktikan bahwa halitu tidak benar. Biaya yang timbul untuk pemberian upah kepada pegawai tersebut dipikul sama rata oleh kedua belah pihak. (KUHD 94, 482, 485, 489, 503.)

Pasal 482
Apa yang ditentukan pada alinea Pertama pasal yang lalu tidak berlaku, bila dan sekedar karena itu pembongkaran janji terlambat.

Pasal 483
Baik pengangkut maupun penerima berwenang untuk minta agar diadakan pemeriksaan olah hakim tentang keadaan sewaktu barang diserahkan atau telah diserahkan, beserta anggaran penaksiran kerugian yang ditimbulkannya. Pengangkatan ahli-ahli dilakukan oleh ketua raad van justitie, bila dalam wilayah tempat terjadinya penyerahan ada pengadilan tinggi, atau kalau tidak ada, oleh residentierechter atau bila ia tidak hadir, terhalang atau tidak ada, oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, dan dalam semua hal, setelah pihak lain atau wakilnya didengar atau dipanggil secukupnya. Pemeriksaan yang dimaksud dalam pasal ini tidak boleh dilakukan sedemikian rupa, sehingga peraturan dinas kapal pelayaran terganggu karenanya. (KUHD 94, 361, 472dst, 481, 484 dst, 489 dst, 712, 746;Rv. 215 dst, 313)

Pasal 484
Bila pemeriksaan usaha telah diadakan dengan dihadiri oleh pihak yang lain atau wakilnya atau yang telah dipanggil secukupnya, maka berita acara yang dikeluarkan mengenai hal usaha berlaku sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai keadaan barang pada waktu pemeriksaan, selama tidak ditunjukkan bahwa hal itu tidak benar adanya. (KUHD 4593, 48
13 , 483 3 , 4893 , 746.)

Pasal 485
Bila barang-barang yang telah diterima tanpa diadakan pengawasan seperti termaksud dalam pasal 481, dianggap barang-barang itu telah diserahkan tanpa ada kekurangan, kecuali bila sebelum atau pada kesempatan penerimaan barang itu, atau bila kekurangannya dari luar tidak kelihatan, selambat-lambatnya pada hari ketiga setelah penerimaan, penerima telah memberitahukan secara tertulis kepada pengangkut atau wakilnya tentang adanya suatu kekurangan.
Bila suatu kekurangan sudah pasti, maka bila hal usaha mengenai barang -barang dengan berbagai-bagai sifat, dianggap bahwa kekurangannya mempunyai susunan yang sama menurut imbangan seperti pada barang-barang yang telah diserahkan, kecuali ada dasar untuk menerima pendapat lain. (KUHD 93, 486 dst., 712, 746.)

Pasal 486
Bila barang-barang yang tanpa diadakan pemeriksaan pengadilan seperti termaksud dalam pasal 483, dianggap bahwa hal itu telah diterima diserahkan menurut isi dari konosemennya, kecuali bila sebelum atau pada kesempatan penerimaan barang atau bila kekurangannya dari luar tidak kelihatan, selambat-lambatnya pada hari ketiga setelah penerimaan, penerima telah memberitahukan secara tertulis kepada pengangkut atau wakilnya tentang adanya suatu kekurangan. Pemberitahuan itu harus menyebut sifat kerugian pada umumnya. Kerusakan meliputi kehilangan isi seluruhnya atau sebagian. (KUHD 93, 485, 487 dst.)

Pasal 487
Gugatan untuk penggantian kerugian harus didaftarkan dalam 1 tahun setelah penyerahan barang atau setelah hari barang itu seharusnya diserahkan. (KUHD 486, 488, 741.)

Pasal 488
Penerima barang mempunyai hak didahulukan mengenai ganti rugi atas barang-barang angkutannya terhadap para kreditur, kecuali yang disebut dalam pasal 316, asalkan ia menyuruh menyita biaya angkutan dalam jangka waktu yang disebut dalam pasal yang lalu. Dengan penyitaan itu dianggap peraturan dalam pasal yang lalu telah terpenuhi, (KUHperd. 1132 dst.)
Bila tidak ada surat, penyitaan dapat dilakukan dengan izin ketua raad van justitie yang daerahnya barang-barang itu diserahkan pengadilan usaha memeriksa tuntutan pernyataan sahnya dan pencabutan penyitaan, beserta tuntutan untuk pemberian pernyataan kepada pihak ketiga yang barangnya disita. Di luar kabupaten yang ada raad van justitienya penyitaan dapat dilakukan atas izin residentierechter yang mempunyai wilayah penyerahan barang yang bersangkutan. (KUHD 468 dst., 500; Rv. 728 dst.)

Pasal 489
Penerima barang yang menduga adanya kerusakan pada barangnya, berwenang untuk menyuruh mengadakan pemeriksaan oleh pengadilan sebelum atau pada waktu penyerahan, tentang cara memuat barang dalam kapal, dan tentang sebab kerusakannya. Pengangkatan ahli-ahlinya dilakukan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat dilakukannya penyerahan, dan kalau tidak ada oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh kepala pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun juga setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau wakilnya.
Bila pemeriksaan usaha telah diadakan dengan dihadiri oleh pihak yang lain atau wakilnya
atau setelah panggilan secukupnya, maka berita yang dikeluarkan mengenai itu berlaku sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai pemuatan barang ke dalam kapal dan sebab dari kerusakan itu, selama tidak ditunjukkan bahwa hal itu tidak benar adanya. Pemeriksaan yang dimaksud dalam pasal usaha tidak akan dilakukan, bila peraturan dinas kapal pelayaran terganggu karenanya. (KUHD 94, 361, 491, 493, 533a,)

Pasal 490
Biaya pemeriksaan pengadilan yang dimaksud dalam pasal 483 dan pasal 489 menjadi beban
pemohon. Namun bila pengangkut harus mengganti kerugian yang dinyatakan itu, bila ada dasarnya, hakim dapat membebankan biaya pemeriksaan yang diusahakan oleh pemohon kepada pengangkut. (KUHD 468 dst., 473 dst., 481, 492.)

Pasal 491
Setelah penyerahan barang di tempat tujuannya, penerima harus membayar biaya angkutannya dan apa yang selanjutnya harus dibayar sesuai dengan dokumennya yang berdasarkan itu telah menerima penyerahannya. (KUHD 359, 454, 466, 492 dst., 506, 511, 517p, q, 519u.)

Pasal 492
Bila biaya angkutannya ditetapkan menurut ukuran, berat atau bilangan barang-barang yang harus diangkut, maka hal itu dihitung menurut ukuran, berat atau bilangan yang ada pada barang-barang itu pada waktu penyerahan kepada penerima, kecuali bila ternyata, bahwa ukuran, berat atau bilangannya pada waktu pengambilalihan untuk diangkut lebih sedikit, yang dalam hal itu dilakukan. Biaya pengukuran, penimbangan dan penghitungan pada waktu penyerahan dibebankan kepada pengangkut, kecuali bila dalam pelabuhan itu ada kebiasaan yang lain. (AB. 3; KUHD 481, 490 dst.) Penghitungannya menurut ketentuan-ketentuan usaha.

Pasal 493
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam alinea kedua pasal usaha, pengangkutan tidak berwenang untuk menahan barang guna menjamin apa yang harus dibayar dalam urusan pengangkutannya dan sebagai sumbangan dalam kerugian (avarij) umum. Persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan usaha adalah batal. Ia berhak, sebelum penyerahan barangnya, untuk menuntut agar diadakan jaminan pembayaran yang oleh penerima harus dibayar dalam urusan pengangkutannya dan sebagai sumbangan dalam kerugian umum.
Bila timbul sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, diambil keputusan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat penyerahannya harus dilakukan, bila tidak ada, oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun juga atas permohonan pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau wakilnya. (AB. 14; KUHD 361, 470, 476, 489, 491, 509 dst., 524, 527, 533a; Rv. 613 dst.)

Pasal 494
Bila pada waktu perhitungan akhir timbul perselisihan tentang jumlah yang harus dibayar oleh penerima, apakah untuk menentukan itu tidak diperlukan perhitungan yang segera dilaksanakan, maka penerima wajib dengan seketika memenuhi bagian yang harus dibayarnya disetujui oleh pihak-pihaknya, dan mengadakan jaminan untuk pembayaran bagian yang diperselisihkan olehnya atau untuk bagian yang jumlahnya belum pasti.
Bila sesuai dengan pasal yang lalu telah diadakan jaminan, penerima wajib mengusahakan agar jumlah jaminan itu tetap dalam keadaan yang mencukupi.
Bila timbul sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, atau mengenai jumlah yang untuk itu jaminan yang harus diadakan itu harus diusahakan dalam keadaan tetap mencukupi, diambil keputusan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat penyerahannya harus dilakukan, dan bila tidak ada, oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh kepala pemerintahan Daerah setempat, dan bagaimanapun juga atas permohonan dari pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau wakilnya. (KUHperd. 1820 dst.; KUHD 361, 491, 493, 533a; Rv. 613 dst.)

Pasal 495
Bila penerima tidak datang, menolak untuk menerima barangnya, atau bila atas barang itu dilakukan penyitaan revindikatur (yang barangnya dapat dituntut kembali oleh yang berhak), pengangkut wajib menyimpan barang di tempat penyimpanan yang sesuai untuk itu atas beban dan kerugian dari yang mempunyai hak. Pengangkut dapat memutuskan untuk melakukan penyimpanan, bila penerima menolak untuk mengadakan jaminan sesuai dengan ketentuan pasal 493 atau timbul perselisihan tentang jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan.
Bila di tempat tujuannya tidak ada tempat penyimpanan yang sesuai atau pengangkut tidak mempunyai wakil di sana, pengangkut dalam hal tersebut dalam alinea kedua pasal usaha, berwenang untuk mengangkut barang itu ke pelabuhan pertama yang berikut, di mana penyimpanan dapat dilakukan paling sesuai, dan ia mempunyai wakil dan menyimpannya di sana dalam tempat yang sesuai untuk itu, semuanya untuk beban dan kerugian dari yang mempunyai hak. (KUHperd. 1736 dst.; KUHD 94, 498, 516, 517j, k, t, 5191, 520m; Rv. 721 dst.)

Pasal 496
Bila barang yang sudah disimpan, bila mudah menjadi busuk, baik pengangkut maupun penyimpan dapat dikuasakan untuk menjual seluruhnya atau sebagian dengan cara yang ditentukan oleh pejabat yang dalam alinea berikut dinyatakan berwenang; pengangkut di samping itu dapat dikuasakan, agar dari hasilnya ia mengambil apa yang harus dibayar kepadanya. Pemberian kuasa dilakukan oleh ketua raad van justitie, yang di daerahnya barang itu disimpan, sedapat-dapatnya setelah mendengar atau memanggil dengan cukup orang-orang yang ikut berkepentingan atau wakil mereka. Di luar daerah di mana ada ketua raad van justitie, pemberian kuasa ini dilakukan oleh residentierechter atau bila ia tidak ada atau
berhalangan, oleh kepala pemerintahan Daerah setempat. Hasil penjualan barang, sekedar tidak digunakan untuk memenuhi biaya penyimpanan dan tagihan pengangkut, disimpan pada pengadilan. (KUHPerd. 1694 dst., 1730 dst.; KUHD 94, 361, 491, 495, 497 dst., 510 dst., 516, 533a; Rv. 316o.)

Pasal 497
Bila hasil penjualan barang tidak cukup untuk memenuhi tagihan pengangkut, maka kekurangannya ditagih dari orang yang telah mengadakan perjanjian pengangkutan dengannya. (KUHD 496, 498, 516, 533a.)

Pasal 498
Bila atas barang itu dilakukan penyitaan lain daripada revindikatur, pengangkut wajib juga menyimpan dalam tempat yang sesuai untuk itu. Bila barangnya mudah menjadi busuk, maka baik pengangkut dan penyimpan maupun penyita dan penerima dapat dikuasakan untuk menjualnya. Hasil penjualan barang-barang, setelah dikurangi biaya penyimpanan, disimpan pada pengadilan. (KUHperd. 1694 dst., 1730 dst.; KUHD 495 dst., 516, 517j, k, 5191, 568g; Rv. 477 dst., 728 dst.)
Pasal 499
Pengangkut yang menyerahkan barang angkutannya bertentangan dengan pasal yang lalu, begitu pula penerima yang menerima penyerahan itu, sedangkan ia tahu bahwa barang itu ada di bawah penyitaan, bertanggung jawab secara pribadi terhadap pemenuhan tuntutan yang menyebabkan diletakkannya penyitaan, sepanjang tuntutan pada waktu barang diserahkan dapat dipenuhi dengan barang tersebut. Dianggap bahwa tuntutan itu seluruhnya dapat dipenuhi dengan barang tersebut dan bahwa penerima barang mengetahui tentang adanya penyitaan itu, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. (KUHperd. 1388; KUHD 568g; KUHp 231.)

Pasal 500
Setelah penyerahan, maka pengangkut setelah menerima izin dari ketua raad van justitie, di mana pun juga barang itu berada, dapat menyita barang itu untuk jumlah yang harus dibayar kepadanya, bila untuk pembayarannya oleh penerima tidak diadakan jaminan, dan selama tidak ada pihak ketiga yang telah memperoleh suatu hak atas barang itu dengan itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan atau belum lewat satu bulan setelah penyerahannya.
Di luar kabupaten yang ada raad van justitienya, penyitaan dapat dilakukan dengan izin residentierechter. Pasal-pasal 721-727 Reglemen Acara perdata berlaku terhadap penyitaan usaha. Raad van justitie yang di dalam daerahnya dilakukan penyitaan, memeriksa, tuntutan
pernyataan sahnya dan pencabutan penyitaan. (KUHperd. 1977; KUHD 487, 491, 493, 533a.)

Pasal 501
Bila pengangkut menyerahkan barang tanpa menyuruh memenuhi apa yang kepadanya harus dibayar pada penyerahan itu karena pengangkutan tersebut atau tanpa menerima jaminan untuk itu, maka ia kehilangan hak dalam urusan itu, terhadap orang yang telah mengadakan perjanjian pengangkutan dengannya, bila orang usaha membuktikan, bahwa dengan dasar hubungan hukum yang ada antara ia dan penerima, apa yang harus dibayar harus dipikul oleh penerima dan bila ia tidak akan dapat menagih hal itu kepadanya, seandainya ia telah membayarnya. (KUHD 491, 493.)

Pasal 502
Penerima tidak berwenang untuk melepaskan hak atas barang-barangnya untuk seluruhnya atau sebagian untuk membayar biaya angkutannya. (KUHD 517p, 519u.)

Pasal 503
Biaya pemilihan barang-barang, sekedar diperlukan untuk penyerahan yang rapi, menjadi beban pengangkut. (KUHD 481, 492.)

Pasal 504
Pengirim dapat meminta agar pengangkut mengeluarkan konosemen tentang barang yang diterimanya untuk diangkut, dengan menarik kembali tanda terima, sekiranya telah dikeluarkan olehnya. Pengirim di lain pihak wajib memberikan pada waktu yang tepat bahan-bahan yang diperlukan guna pengisian konosemennya. (KUHD 347, 479, 505 dst., 518k, 519s.)

Pasal 505
Nakhoda berwenang mengeluarkan konosemen barang-barang yang diterima untuk dimuat di kapal yang dipimpinnya, kecuali jika ada orang lain yang ditugaskan untuk mengeluarkannya. (KUHD 341, 341a,d, 359, 363, 376', 397, 504, 518d, k, 519i, s.)

Pasal 506
Konosemen adalah surat yang diberi tanggal yang di dalamnya diterangkan oleh pengangkut, bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu, dengan maksud untuk mengangkut barang-barang ke tempat yang ditunjuk, dan menyerahkannya di sana kepada orang yang ditunjuk, demikian pula dengan persyaratan perjanjian yang bagaimana penyerahan itu akan dilakukan.
Orang usaha dapat disebut dengan namanya, baik sebagai yang ditunjuk dari pengirim atau dari pihak ketiga, maupun sebagai orang yang menunjukkan konosemen itu, dengan atau tanpa di samping orang yang disebut dengan namanya. Kata-kata “atas-tunjuk” begitu saja dianggap menunjukkan yang ditunjuk dari pengirim.
Bila konosemen dikeluarkan setelah pemuatan barang-barang, maka di dalamnya atas kehendak pengirim disebut nama kapal yang memuat barang itu. Bila konosemen itu dikeluarkan sebelum pemuatan barang-barang tanpa menyebut nama kapal yang akan memuat barang-barang itu, maka pengirim dapat mengharap, agar di dalamnya masih akan dicatat oleh pengangkut nama kapalnya dan hari pemuatannya, segera setelah itu terjadi. (KUHperd. 613, 1977; KUHD 90, 457, 491, 508, 531.)

Pasal 507
Konosemen dikeluarkan dalam dua lembar yang dapat diperdagangkan, yang di dalamnya dinyatakan berapa lembar seluruhnya yang dikeluarkan, berlaku semua untuk satu dan satu untuk semuanya. Lembar-lembar yang tidak dapat diperdagangkan harus dinyatakan sebagai
demikian. Terhadap tiap lembar yang di dalamnya tidak terdapat pernyataan jumlah lembar yang dikeluarkan dan yang tidak ditandai bahwa tidak dapat diperdagangkan, pengangkut wajib melakukan penyerahan kepada orang yang memperolehnya dengan itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan. (KUHperd. 613 3, 1977; KUHD 347, 509 dst., 515; KUHp 383bis; Zeg. 31, 11, 2.)

Pasal 508
Konosemen atas-tunjuk dipindahtangankan dengan endosemen dan penyerahan naskahnya. Endosemen itu tidak usah memuat harga yang telah dusahakmati, begitu pula tidak usah ditentukan atas-tunjuk. Satu tanda tangan pun di halaman belakang konosemen sudah cukup. (KUHperd. 613 3 ; KUHD 110 dst., 176, 506, 517a, 531.)

Pasal 509
Bila telah dikeluarkan konosemen, tidak dapat dituntut penyerahan barang sebelum tiba di tempat tujuan selain dengan penyerahan kembali semua lembar konosemen yang dapat diperdagangkan atau, bila tidak semua diserahkan kembali, dengan jaminan untuk semua kerugian yang mungkin diderita karenanya. Bila timbul perselisihan tentang jumlah dan sifat jaminan, maka hal itu diserahkan kepada putusan hakim. (KUHD 493, 507 dst., 520h, j; Rv.
613.)

Pasal 510
Pemegang yang sah berhak menuntut penyerahan barang di tempat tujuan sesuai dengan isi konosemennya, kecuali bila ia menjadi pemegang tidak sah menurut hukum. Surat-surat yang oleh pemegang konosemen dikeluarkan kepada pihak ketiga, dengan maksud agar dengan itu diterima bagian dari barang-barang yang disebut dalam konosemennya, tidak memberikan hak tersendiri kepada para pemegangnya atas penyerahan terhadap pengangkut. (KUHperd. 613, 1977; KUHD 491, 507, 509, 511 dst., 515.)

Pasal 511
Perjanjian pengangkutan atau bila diadakan carter-partai, carter-partai hanya dapat digunakan sebagai alat untuk membantah pemegang konosemen dan usaha hanya dapat digunakan sebagai dalih, bila dan sekedar oleh konosemen ditunjuk kepada hal itu, kecuali bila ia sendiri atau orang yang atas bebannya ia bertindak, adalah suatu pihak pada perjanjian itu atau carter-partai itu. Pemegang konosemen tidak wajib memenuhi bea berlabuh tambahan atau ganti rugi dalam urusan pemuatan atau yang harus dibayar karena sebagian barang tidak dimuat, kecuali jika kewajiban membayar itu ternyata dari konosemen itu, atau ia selayaknya dapat dianggap mengetahui pada waktu memperoleh konosemen dari tempat lain tentang kewajiban bayar itu, atau konosemen memuat penunjukan secara umum kepada ketentuan dalam carter partai dan usaha menentukan, bahwa tanggung jawab pencarter untuk bea berlabuh tambahan atau ganti rugi berhenti dengan berakhirnya pemuatan. pengecualian yang
diadakan pada akhir alinea pertama berlaku juga di sini. (KUHperd. 1792 dst.; KUHD 76 dst., 454 dst., 466, 519s, 520g.)

Pasal 512
Bila pemegang konosemen sendiri adalah pengirimnya atau bertindak untuk bebannya, pengangkut cukup dengan menyerahkan apa yang telah diterimanya untuk diangkut, meskipun uraian mengenai barangnya dalam konosemen tidak sesuai. (KUHperd. 1792 dst.; KUHD 504, 506, 510.)

Pasal 513
Bila dalam konosemen dimuat klausula: "isi, sifat, jumlah, berat atau ukuran tidak diketahui", atau klausula semacam itu, maka pernyataan yang terdapat pada konosemen mengenai isi, sifat, jumlah, berat atau ukuran dari barang tidak mengikat pengangkut, kecuali bila ia telah tahu atau semestinya harus tahu tentang jenis atau keadaan barangbarang itu atau barang-barang itu telah dihitung, ditimbang atau diukur di hadapannya. (KUHD 481, 485, 492, 506, 510.)

Pasal 514
Bila konosemennya tidak menyebut keadaan barangnya, dianggap pengangkut telah menerima barangnya dalam keadaan baik, sampai ada bukti kebalikannya, bila keliatan dari luar dalam keadaan baik. (KUHPerd. 1915 dst., 1921; KUHD 506.)

Pasal 515
Pemegang konosemen yang telah melaporkan diri untuk menerima barang-barang yang disebutkan di dalamnya, setelah menerima barang-barang itu dengan beres, wajib menyerahkan konosemennya kepada penanda tangan atau wakilnya dengan dibubuhi tanda terima.
Bila diminta, ia wajib menitipkan konosemen itu kepada pihak ketiga guna menjamin pengembaliannya, sebelum dimulai dengan penyerahan barang-barangnya.
Bila ada perselisihan, maka pihak ketiga itu ditunjuk oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah di mana penyerahan itu dilakukan, kalau tidak, oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun juga atas permohonan pihak yang paling bersedia dan setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawannya atau wakilnya. pemanggilan usaha dilakukan dengan surat tercatat. (KUHperd. 1730 dst.; KUHD 94, 507, 510.)

Pasal 516
Pengangkut wajib menyimpan barang-barang atas biaya dan bahaya kerugian pemilik dalam
tempat yang sesuai untuk itu, bila pemegang berbagai konosemen atau berbagai lembar dari
konosemen yang sama di tempat tujuan menuntut penyerahan dari barang-barang yang sama.
Bila di tempat tujuan tidak ada tempat penyimpanan yang sesuai atau pengangkut tidak mempunyai wakilnya, maka pengangkut berwenang untuk mengangkut barang-barang itu ke pelabuhan pertama yang berikut yang penyimpanannya dapat dilakukan paling sesuai dan yang mempunyai wakil, dan di sana menyimpan barang pada tempat penyimpanan yang sesuai, semua atas biaya dan bahaya kerugian pemilik.
Pasal 496 dan pasal 497 dalam hal usaha berlaku, kecuali perubahan usaha, bahwa pemberian kuasa untuk menjual dapat diminta oleh tiap-tiap pemegang konosemen, bila barang-barang dapat menjadi lekas busuk. (KUHD 495, 498, 507, 510, 517j, t, 5191, 520m.)

Pasal 517
yang mempunyai hak terkuat di antara para pemegang berbagai lembar konosemen dari barang-barang yang disimpan menurut pasal yang lain, adalah orang yang menjadi pemegang dari lembaran, sesudah pemegang yang mendahului mereka, yang menjadi pemegang dari seluruh lembaran, orang yang pertama menjadi pemegang dengan itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan. (KUHD 507.)

Pasal 517a
Penyerahan konosemen sebelum pengangkut menyerahkan barang-barang yang disebut di dalamnya, berlaku sebagai pemindahtanganan barang-barang itu. (KUHperd. 613, 495, 508.)

Pasal 517b
Konosemen-konosemen yang isinya bertentangan dengan ketentuan pasal 470, tidak boleh dikeluarkan untuk pengangkutan dari pelabuhan Indonesia. (KUHD 504; KUHp 568.)

Pasal 517c
Pasal-pasal 468-480 berlaku terhadap pengangkutan lewat laut dari pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Hal itu juga berlaku terhadap pengangkutan lewat laut ke pelabuhan-pelabuhan Indonesia, kecuali alinea pertama pasal 470 dan alinea kedua pasal 470a yang tetap tidak berlaku terhadap hal itu, sekedar persyaratan dan perjanjian yang dimaksud di situ berlaku sah menurut undang-undang negara tempat dilakukannya pemuatan. (AB. 18.)

Pasal 517d

Ketentuan-ketentuan bab usaha yang berhubungan dengan pemuatan atau pembongkaran dan penyerahan barang selalu berlaku, bila pemuatan atau pembongkaran dan penyerahannya dilakukan di pelabuhan Indonesia.

TANGGUNG JAWAB PENYEDIA SARANA PERKERETAAPIAAN TERHADAP PENUMPANG DAN PENGIRIM BARANG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam era globalisasi saat ini, mobilitas penduduk untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain menjadi faktor yang sangat penting . sebagai negara yang dapat mengikuti perkembangan globalisasi, sudah seharusnya fasilitas untuk mendukung mobilitas tersebut dapat terpenuhi dengan baik. Fasilitas tersebut ialah beupa transportasi umum. Perkembangan zaman yang pesat membuat permasalahan transportasi makin kompleks seperti macet, lahan parkir yang kurang, dll. Disini lah peran pemerintah dalam mencari solusi dari permasalahn tersebut dengan cara menyediakan transportasi massa yang memenuhi standar kelayakan, keamanan, dan kenyamanan.
Pengangkutan memiliki peranan yang penting untuk memeratakan pembangunan bangsa dan hal ini tercermin pada kebutuhan mobilitas diseluruh sektor, dan tentu saja hal ini tidak terlepas dari kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan. Kereta api merupakan sarana transportasi darat yang memiliki nilai lebih dibanding dengan sarana transportasi lainnya yaitu dimana sarana angkutan ini lebih mudah dijangkau oleh masyarakat kecil untuk melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya, disamping itu dapat mengurangi kepadatan arus lalu lintas angkutan jalan raya yang semakin hari semakin padat. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai “Tanggung Jawab penyedia sarana kereta api terhadap penumpang dan pengirim barang ”.

1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan kasus diatas maka dapat dimbil beberapa akar permasalahan yang terkait dengan perkara tersebut, pertanyaannya adalah :
1.      Apa pengertian hukum pengangkutan dengan kereta api dan dasar hukumnya ?
2.      Apa saja jenis pengangkutan kereta api ?
3.      Bagaimana tanggung jawab penyedia saran kereta api terhadap penumpang dan pengirim barang?

1.3 Tujuan penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pelayanan yang diberikan oleh PT KAI sebagai pihak yang menaungi perkeretaapiaan di Indonesia sudah memenuhi standar kelayakan atau belum.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hukum pengangkutan dengan kereta api dan dasar hukumnya

Pengangkutan adalah kegiatan pemuatan penumpang atau barang kedalam alat pengangkut, pemindahan penumpang atau barang ketempat tujuan dengan alat pengangkut, dan penurunan penumpang atau pembongkaran barang dari alat pengangkut ketempat tujuan yang disepakati.
Sedangkan hukum pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal-balik, yang mana pihak pengangkut mengikat diri untuk untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang ketempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima, penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.
Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.
Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum pengangkutan dengan kereta api adalah perjanjian pengangkutan dengan pihak penyedia sarana kereta api.

DASAR HUKUM
1.    UU No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
2.     PP No. 72 Tahun  2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta api.
3.   Peraturan Menteri Perhubungan no 48 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang

2.2 Jenis pengangkutan kereta api
Angkutan kereta api adalah kegiatan sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Jenis angkutan pada perkeretaapian dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Angkutan orang
adalah pengangkutan orang dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan kereta. Dalam keadaan tertentu penyelenggara sarana Perkeretaapian dapat melakukan pengangkutan orang dengan menggunakan gerbong atas persetujuan pemerintah atau pemerintah daerah, serta wajib memperhatikan keselamatan dan fasilitas minimal.
Bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak dibawah lima tahun, orang sakit, dan lansia dari pihak penyelenggara Perkeretaapian wajib memberikan fasilitas Khusus dan kemudahan serta tidak dipungut biaya tambahan.
2.      Angkutan barang
Adalah angkutan barang dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan gerbong. Angkutan barang terdiri atas sebagai berikut :
·         Barang umum
·         Barang khusus
·         Bahan berbahaya dan beracun
·         Limbah bahan berbahaya dan beracun

2.3  Tanggung jawab penyedia saran kereta api terhadap penumpang dan pengirim barang
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN

Bagian Kedelapan
Tanggung Jawab Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian

Tanggung jawab terhadap penumpang yang mengalami kerugian
Pasal 157
1.      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.
2.      Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak pengguna jasa
diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati.
      3.    Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian
yang nyata dialami.
4.  Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian
angkutan kereta api.

Tanggung jawab terhadap pengirim yang mengalami kerugian
Pasal 158
1.      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh pengirim barang karena barang hilang, rusak, atau musnah yang disebabkan oleh
pengoperasian angkutan kereta api.
      2.   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diterima
oleh Penyelenggara SaranaPerkeretaapian sampai dengan diserahkannya barang
kepada penerima
      3.  Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang
nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh dan biaya jasa yang
telah digunakan.
      4.  Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat angkutan barang


PERATURAN PEMERINTAH NO 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN KERETA API
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA SARANA PERKERETAAPIAN
Bagian Kesatu

Tanggung Jawab Terhadap Penumpang yang mengalami kerugian

Pasal 168
1)      Penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab terhadap penumpang yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api.
2)      Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pemberian ganti kerugian dan biaya pengobatan bagi penumpang yang luka-luka;
b. santunan bagi penumpang yang meninggal dunia.
3)   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai sejak penumpang diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang tercantum dalam karcis.

Pasal 169
1)      Penumpang yang mengalami kerugian, luka-luka, dan keluarga dari penumpang yang meninggal dunia sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api harus memberitahukan kepada penyelenggara sarana perkeretaapian paling lama 12 (dua belas) jam terhitung sejak kejadian.
2)       Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada penyelenggara sarana melalui awak sarana perkeretaapian atau petugas pengatur perjalanan kereta api pada stasiun terdekat dengan menunjukkan karcis.

Pasal 170
1)      Dalam hal penumpang yang mengalami kerugian, lukaluka, dan keluarga dari penumpang yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) tidak dapat memberitahukan kepada penyelenggara sarana perkeretaapian,  penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberitahukan kepada keluarga dari penumpang yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api.
2)      Penyelenggara sarana perkeretaapian segera memberikan ganti kerugian dan biaya pengobatan bagi penumpang yang luka-luka atau santunan penumpang yang meninggal dunia.
3)       Ganti kerugian dan biaya pengobatan bagi penumpang yang luka-luka atau santunan penumpang yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipenuhi oleh penyelenggara sarana perkeretaapian paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian.

Pasal 172
Penyelenggara sarana perkeretaapian ikut bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang merugikan penumpang yang dilakukan oleh orang yang dipekerjakan secara sah selama pengoperasian kereta api.

Pasal 173
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian santunan, pengobatan, dan besarnya ganti kerugian terhadap penumpang dan pihak ketiga diatur dengan peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Tanggung Jawab terhadap Barang yang mengalami kerugian
Pasal 174
1)      Penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan karena kelalaian penyelenggara sarana perkeretaapian dalam pengoperasian angkutan kereta api.
2)      Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. barang hilang sebagian atau seluruhnya;
b. rusak sebagian atau seluruhnya;
c. musnah;
d. salah kirim; dan/atau
e. jumlah dan/atau jenis kiriman barang diserahkan dalam keadaan tidak sesuai dengan surat angkutan.
3)  Besarnya ganti kerugian dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh dan biaya jasa yang telah digunakan.

Pasal 175
1)      Pada saat barang tiba di tempat tujuan, penyelenggara sarana perkeretaapian segera memberitahukan kepada penerima barang bahwa barang telah tiba dan dapat segera diambil.
2)      Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak barang tiba di tempat tujuan penyelenggara sarana perkeretaapian tidak memberitahukan kepada penerima barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengguna jasa atau penerima barang berhak mengajukan klaim ganti kerugian.
3)      Pengajuan klaim ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada penyelenggara sarana perkeretaapian dimulai sejak 7 (tujuh) harikalender sejak diberikannya hak pengajuan klaim ganti kerugian.
4)      Apabila penerima barang tidak mengajukan klaim ganti kerugian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hak untuk mengajukan klaim ganti kerugian kepada penyelenggara sarana perkeretaapian menjadi gugur.

Pasal 176
Pihak penerima barang yang tidak menyampaikan keberatan pada saat menerima barang dari penyelenggara sarana perkeretaapian, dianggap telah menerima barang dalam keadaan baik.

Pasal 177
Penyelenggara sarana perkeretaapian dibebaskan dari tanggung jawab mengganti kerugian apabila:
a. penerima barang terlambat dan/atau lalai mengambil barang setelah diberitahukan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian;
b. kerugian tidak disebabkan kelalaian dalam pengoperasian angkutan kereta api oleh penyelenggara sarana perkeretaapian; dan
c. kerugian yang disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat angkutan barang.

Pasal 178
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab terhadap barang yang diangkut diatur dengan peraturan Menteri.
PERATURAN MENTRI PERHUBUNGAN NO 48 TAHUN 2015
TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMUM ANGKUTAN ORANG

Tanggung jawab terhadap penumpang yang mengalami kerugian
Pasal 5
1.      Apabila terjadi keterlambatan keberangkatan perjalanan terjadwal dari kereta api perkotaan, pada stasiun kereta api keberangkatan , dalam 30 menit atau lebih setiap penumpang berhak meminta formulir informasi keterlambatan dari penyelenggara sarana perkeretaapian pada stasiun tujuan bagi penumpang yang membutuhkan
2.      Dalam hal  terjadi keterlambatan keberangkatan perjalanan terjadwal dari kereta api perkotaan, pada stasiun kereta api keberangkatan  lebih dari 2 jam setiap penumpang mendapatkan kompensasi berhak melakukan pembatalan transaksi perjalanan.
3.      Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila penyelenggara sarana perkeretaapian telah memberitahukan terjadi keterlambatan dan penumpang tetap memilih menggunakan jasa kereta api perkotaan.
4.      Dalam hal terjadi keterlambatan keberangkatan perjalanan terjadwal dari kereta api antarkota, pada stasiun kereta api keberangkatan setiap penumpang mendapatkan kompensasi berikut :
a.       Lebih dari 3 jam wajib diberikan minuman dan makanan ringan
b.      Selanjutnya lebih dari 5 jam diberikan kompensasi berupa makanan berat dan minuman
5.      Kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak berlaku apabila penyelenggara sarana perkeretaapiaan menyediakan kereta api atau moda angkutan darat sebagai penggati dengan kelas pelayanan yang sama menuju stasiun tujuan.

Pasal 6
1.      Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan / gangguan yang mengakibatkan keterlambatan datang di stasiun kereta api tujuan pada perjalanan kereta api antarkota, maka setiap penumpang mendapatkan kompensasi sebagai berikut :
a.       Lebih dari 3 jam wajib diberikan minuman dan makanan ringan
b.      Selanjutnya lebih dari 5 jam diberikan kompensasi berupa makanan berat dan minuman
2.      Apabila dalam perjalanan kereta api antarkota terdapat hambatan atau gangguan operasional yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun kereta api tujuan, penyelenggara sarana wajib menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun kereta api tujuan

Pasal 7
1.      Pada setiap stasiun kereta api keberangkatan apabila terjadi keterlambatan perjalanan kereta api antarkota, penyelenggara sarana wajib mengumumkan alasan keterlambatan kepada calon penumpang secara langsung atau melalui media pengumuman selambat – lambatnya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan / sejak pertama kali diketahui adanya keterlambatan
2.      Penundaan terhadap perjalanan kereta api antarkota dengan waktu yang dianggap cukup bagi calon penumpang untuk menunda kedatangannya di stasiun kereta api keberangkatan , pengumuman dapat dilakukan secara langsung / melalui telepon / pesan layanan singkat dan ditempelkan pada papan informasi.

PERATURAN MENTRI 48 TAHUN 2014
TENTANG TATA CARA PEMUATAN, PENYUSUNAN, PENGANGKUTAN, DAN PEMBONGKARAN DENGAN KERETA API

Tanggung jawab terhadap barang  yang mengalami kerugian
Pasal 54
Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 berhak atas :
a.       Pelayanan pemuatan, penyusunan, pengangkutan, dan pembongkaran barang
b.      Mendapat ganti kerugian yang ditimbulkan karena kelalaian penyelenggara sarana perkeretaapiaan dalam pengoperasian angkutan kereta api karena :
·         Barang hilang sebagian atau seluruhnya
·         Rusak sebagian atau seluruhnya
·         Musnah
·         Salah kirim
·         Jumlah / jenis kiriman barang diserahkan dalam keadaan tidak sesuai dengan surat angkutan
c.       Informasi tentang  jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api
d.      Informasi tentang besarnya tarif angkutan
e.       Informasi tentang persyaratan angkutan barang
f.       Informasi tentang ruang pos pengaduan
g.      Membuat pengaduan atas pelaksanaan pelayanaan angkutan barang yang tidak sesuai dengan perjanjian angkutan barang / surat angkutan barang
Pasal 55
Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur didalam peraturan menteri ini, peraturan yang diterbitkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapiaan, dan ketentuan di dalam perjanjian angkutan barang .


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil referensi yang penulis temukan bahwasanya yang menjadi dasar hukum atau landasan hukum pengangkutan darat melalui kereta api yakni : 
1.            UU No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
2.            Peraturan Menteri Perhubungan no 48 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang
3.      PP No. 72 Tahun  2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta api
Secara bahasa kata pengangkutan berarti pemindahan barang, sedangkan secara istilah yakni kegiatan pemuatan barang atau penumpang ke dalam alat angkut, serta pemindahan dari tempat yang satu ke tempat lainnya (dengan asumsi tempat tujuan yang disepakati). Jadi angkutan kereta api yaitu pemindahan barang atau penumpang yang dilakukan dengan alat transportasi yakni kereta api.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perkeretaapian
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api.